Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Asosiasi Petani Tembakau Bantah Hasil Penelitian MTCC

Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) membantah hasil penelitian Muhammadiyah Tobacco Control Center

Editor: Sanusi
zoom-in Asosiasi Petani Tembakau Bantah Hasil Penelitian MTCC
TRIBUN/HAYU YUDHA PRABOWO
Martam (63), petani tembakau melakukan perawatan tanaman tembakau Kalituri berusia empat bulan di Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (9/9/2015). Harga tembakau kering di kawasan ini meningkat dari Rp 50.000 per kilogram menjadi Rp 60.000 per kilogram. SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) membantah hasil penelitian Muhammadiyah Tobacco Control Center, Majelis Pembina Kesehatan Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah dan Indonesian Institute for Social Development bahwa pertanian tembakau tidak menguntungkan.

Ketua Umum APTI Soeseno mengatakan bahwa pertanian tembakau merugi salah besar karena dalam satu hektare lahan bisa menghasilkan 2,2 ton setara dengan pendapatan Rp 88 juta. Pendapatan yang dikantongi petani tembakau itu jauh lebih tinggi dibandingkan menanam jagung di musim kering.

"Keuntungan menanam tembakau bisa tiga kali lipat dari untung menanam jagung. Tembakau jelas menguntungkan," kata Soeseno, Rabu (4/11/2015).

Penelitian MTCC menyebutkan pertanian tembakau tidak menguntungkan dan sangat dimonopoli oleh industri tembakau. Lembaga itu juga merekomendasikan agar para petani tembakau beralih ke jenis tanaman lain.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, saat ini ada sekitar dua juta petani tembakau di seluruh Indonesia. Jumlah itu, menurut Soeseno dapat bertambah sesuai dengan minat petani ketika waktu tanam di musim kemarau .

"Tembakau termasuk tanaman yang paling kuat bertahan di cuaca kering. Contohnya di beberapa daerah yang sedang mengalami kekeringan, tanaman tembakau tetap bisa tumbuh," ujarnya.

Ia mengharapkan dukungan berbagai pihak termasuk pemerintah dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas tembakau nasional bukan justru peralihan ke jenis tanaman lain.

Berita Rekomendasi

Persoalan yang dihadapi dalam pertanian tembakau saat ini, kata Soeseno di antaranya minimnya dukungan infrastruktur dan bantuan teknis akibatnya volume produksi belum dapat memenuhi permintaan pabrik dalam negeri. Alhasil banyak kebutuhan tembakau dipenuhi dengan impor.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas