Freeport Dianggap Bandel Soal Divestasi
Sementara surat peringatan kedua akan dilayangkan ke manajemen Freeport dalam waktu dekat.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus menagih kewajiban divestasi 10,64% saham PT Freeport Indonesia. Sebab, sejak 14 Oktober 2015 lalu hingga saat ini, manajemen Freeport masih membandel dan tak beritikad baik menawarkan divestasi saham.
Untuk itu, Kementerian ESDM akan menunggu sampai 14 Januari 2015 atau 90 hari masa penawaran divestasi saham. Jika Freeport belum juga memberikan penawaran divestasi pada 14 Januari 2016, pemerintah masih memiliki waktu 60 hari untuk membuat keputusan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan, pihaknya masih menunggu penawaran divestasi saham Freeport.
Pemerintah sudah melayangkan surat peringatan pertama pada November 2015. Sementara surat peringatan kedua akan dilayangkan ke manajemen Freeport dalam waktu dekat.
Bila nanti pada surat peringatan kedua, manajemen Freeport masih bersikap cuek, pemerintah akan mengirim peringat ketiga. Selanjutnya pemerintah mengancam memberikan sikap tegas kepada Freeport. "PP No 77/2014 itu sudah mengaturnya," tandas Gatot kepada KONTAN, Minggu (6/12).
Seperti diketahui, PP No 77/2014 berisi tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Termasuk soal mekanisme divestasi saham.
Meskipun ada ancaman dari pemerintah, tetap tak mempengaruhi sikap PT Freeport Indonesia. Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama mengatakan hingga kini manajemen PT Freeport Indonesia masih menunggu mekanisme hukum dari Kementerian ESDM. Riza menegaskan PT Freeport berjanji berkomitmen melakukan divestasi saham. "Kami masih berkomitmen melakukan divestasi dan menunggu mekanisme hukum," tandasnya kepada KONTAN, Minggu (6/12) tanpa memerinci kapan waktu divestasi akan dilaksanakan.
Sementara Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso menyatakan, pemerintah memang sudah seharusnya memberikan sikap tegas kepada Freeport Indonesia jika perusahaan ini tidak memenuhi kewajiban divestasi 10,64% saham kepada pemerintah Indonesia.
Budi menjelaskan, menurut isi Kontrak Karya (KK) Freeport Indonesia, ketentuan divestasi tidak bersifat tetap (nail down) mengacu kepada kontrak karya. Karena itu manajemen Freeport harus mengikuti peraturan dan perundangan yang berlaku. "Manajemen PT Freeport tidak bisa menghindar. Kalau tidak mematuhi, bisa menjadi wanprestasi dan menjadi pertimbangan pemerintah untuk tidak memperpanjang kontrak," tuturnya kepada KONTAN, Minggu (6/12).
Menurut Budi, wajar apabila pemerintah memberikan peringatan hingga tiga kali. Di samping itu, harus ada pihak yang siap untuk membeli saham divestasinya. "Freeport bisa menghindar kalau yang beli enggak ada," tandasnya. (Pratama Guitarra)