Secara Politik dan Ekonomi, Penurunan Harga BBM Sangat Berisiko
sangat berisiko jika pemerintah memaksakan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) saat ini.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Noer Azam Achsani menegaskan, sangat berisiko jika pemerintah memaksakan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) saat ini.
Pasalnya, risiko yang harus dibayar jauh lebih mahal dibandingkan manfaat bagi masyarakat. “Baik dari sisi ekonomi maupun politik, penurunan BBM sangat berisiko,” kata Azam, kemarin.
Dilihat dari sisi ekonomi, lanjut Azam, penurunan BBM tidak otomatis menurunkan harga barang-barang. Dengan demikian, tidak serta-merta pula bisa menurunkan angka inflasi. Sebaliknya, jika suatu saat harus dinaikkan kembali, maka dipastikan akan terjadi lonjakan inflasi.
“Dalam ekonomi, harga memang cenderung tidak turun. Misalnya kalau BBM turun hari ini, apakah harga bakso akan turun? Tidak juga. Tetapi begitu harga BBM naik kembali, maka harga bakso kemungkinan akan naik,” begitu Azam mencontohkan.
Fenomena tersebut, menurut Azam, karena komponen BBM dalam struktur produksi barang dan jasa yang memang sangat kecil, yakni hanya 7 persen. Artinya, jika BBM turun, peluang harga barang turun ada, namun maksimal hanya sebesar itu. Itupun dengan catatan, terdapat ongkos produksi yang dipengaruhi oleh BBM. Jika tidak, maka tidak akan terdapat penurunan harga.
“Apalagi kalau dengan penurunan BBM, ongkos angkut tidak turun, transportasi tidak turun, maka pengaruhnya ya makin kecil saja,” ujar Azam.
Dari sudut politik, Azam juga mengatakan, bahwa jika harga BBM diturunkan dan kemudian suatu saat harus dinaikkan kembali, maka ongkos politik yang harus dibayar pemerintah akan sangat mahal. Apalagi, jika penurunan dilakukan sekarang, ketika tidak menjelang pemilu, yang tentu saja tidak akan berdampak banyak terhadap upaya menarik massa.
Itulah sebabnya, langkah paling ideal memang tidak menurunkan harga BBM. Atau, lanjut Azam, kalau pun terpaksa menaikkan karena ada tekanan publik, maka penurunan hendaknya tidak terlalu besar. Kalau memang harus turun, maka hanya sebatas sinyal kepada pasar bahwa ketika harga minyak dunia turun, amak BBM dalam negeri juga ikut turun.
“Tetapi kalau masih bisa dipertahankan, idealnya memang bertahan saja dengan harga sekarang,” kata Azam.
Sebelumnya, Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara juga berpendapat, pemerintah tidak perlu buru- buru menurunkan harga BBM, meskipun dari sisi kewajaran ketika harga minyak turun maka harga BBM juga seharusnya ikut turun. Apalagi sudah ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR bahwa peninjauan harga BBM dilakukan setiap tiga bulan.
“Nah sekarang kalau ada desakan termasuk dari DPR, bagaimana dengan kesepakatan yang sudah dibuat. Kita seolah-olah berjalan tanpa rambu yang jelas, sudah ada kesepakatan bersama lalu kemudian ketika harga minyak turun muncul desakan untuk segera turun,” ungkap dia.