Jaringan Cinema 21 Siap Jika Asing Masuk ke Bisnis Bioskop
Industri bioskop saat ini adalah adanya screen quota yang disebutkan UU No 33 tahun 2009 tentang Perfilman, sehingga perlu ditinjau ulang.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan jaringan bioskop, Cinema 21 menyatakan tidak keberatan industri bioskop dimasuki investasi asing.
"Kami akan mengikuti peraturan yang ada, namun untuk investor asing mungkin bisa membuka bioskop di daerah yang belum banyak bioskop," ujar Corporate Communication Cinema 21, Chatherine Keng, Jakarta, Rabu (17/2/2016).
Menurutnya, permasalahan industri bioskop saat ini adalah adanya screen quota yang disebutkan pada Undang Undang No 33 tahun 2009 tentang Perfilman, sehingga perlu ditinjau kembali.
Ia menilai, metode screen quota 60 persen konten nasional dan 40 persen konten asing tidak akan mendorong berkembangnya industri film nasional.
"Satu-satunya negara Korea Selatan yang mengurangi screen quota menjadi 20 persen film lokal di bioskop tahun 2006, sejak itu market share film lokal meningkat pesat mencapai lebih dari 50 persen. Karena, pada dasarnya industrinya bertumbuh karena filmnya bagus, berkualitas dan disukai penonton," tuturnya.
Dia juga menekankan seharusnya pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang malah menekan industri bioskop sehingga malah merugikan industri film domestik sendiri.
"Kalau bisa kebijakan proteksi jangan merusak pasar dan malah dibebankan kepada industri bioskop," ujar dia.
Pemerintah telah mengumumkan untuk membuka 35 jenis industri untuk investor asing dan mengeluarkannya dari Daftar Negatif Investasi (DNI).
Beberapa industri film yang dibuka untuk asing antara lain, studio pengambilan film, laboratorium pengolahan film, sarana pengisian suara film, sarana percetakan dan/atau penggandaan film.
Selain itu, asing juga bisa masuk ke bisnis sarana pengambilan gambar film, sarana penyuntingan film, sarana pemberian teks film, pembuatan film, pertunjukan film, studio rekaman, dan pengedaran film.