Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pemerintah Akan Patok Harga Tertinggi Hunian Komersial

Dalam peraturan ini, harga rumah subisidi tidak akan berubah kecuali dengan kenaikan tertentu yang juga sudah ditetapkan yaitu 5-6%.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Pemerintah Akan Patok Harga Tertinggi Hunian Komersial
TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
PAMERAN PERUMAHAN - Pengunjung mendapat penjelasan rumah yang dipasarkan dari bagian marketing di salah satu stan pengembang perumahan dalam Housing & Furniture Expo 2015 di Graha Manggala Siliwangi, Kota Bandung, Jumat (1/5). Pameran yang diikuti 20 pengembang perumahan anggota DPD REI Jabar aktif dan 20 produsen furniture dari Bandung dan Jakarta tersebut menargetkan nilai transaksi selama pameran sebesar Rp 3,5 miliar - Rp 5 miliar. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pembatasan harga untuk rumah subsidi sudah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No 113/PMK.03/2014.

Saat ini, pemerintah tengah mengkaji untuk perubahan batasan harganya dari semula maksimal Rp 114 juta per unit menjadi rentang Rp 114 juta-Rp 250 juta per unit.

Dalam peraturan ini, harga rumah subisidi tidak akan berubah kecuali dengan kenaikan tertentu yang juga sudah ditetapkan yaitu 5-6%.

Setelah harga rumah subisidi, pemerintah kemungkinan akan memberlakukan pembatasan yang sama pada rumah komersial.

"Namun batasan harga untuk rumah komersial harus ekstra hati-hati. Jangan sampai pengaturan ini justru nanti berdampak negatif," ujar Direktur Jenderal Pembiayaan perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR) Maurin Sitorus di Jakarta, Jumat (19/2).

Maurin menuturkan, yang harus dipikirkan adalah bagaimana pengaturan harga rumah komersial tanpa menimbulkan preseden tertentu terhadap pasar dan bisnis properti secara umum. Ia mencontohkan, apakah akan disamakan secara nasional atau per regional.

Pasalnya, saat ini di satu daerah saja sudah berbeda, begitu juga di kabupaten atau kecamatan. Di Jakarta, sebut Maurin, harga properti sangat beragam, padahal masih dalam satu provinsi.

Untuk itu, ia menyarankan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa menganalisa faktor-faktor pembatasan harga rumah komersial ini.

"Kementerian PUPR juga bisa berikan analisa harga karena ada indeks harga konstruksi, dan pusat penelitian pengembangan permukiman (puslitbang) ada," kata Maurin.

Saat ini, jelas dia, harga rumah sangat bergantung pada mekanisme pasar. Untuk itu, agar efisien, alokasi pembatasan harga mungkin bisa melalui mekanisme ini. (Arimbi Ramadhiani)

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas