Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun Bisnis

Pengamat: Indonesia Butuh Pengampunan Pajak untuk Tingkatkan Kesejahteraan

Kalangan pengamat dan akademisi berpendapat kebijakan program pengampunan pajak dibutuhkan.

Editor: Sanusi
zoom-in Pengamat: Indonesia Butuh Pengampunan Pajak untuk Tingkatkan Kesejahteraan
net

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalangan pengamat dan akademisi berpendapat kebijakan program pengampunan pajak dibutuhkan.

Hal itu diperlukan guna mengenjot penerimaan negara dalam rangka membiayai program pembangunan untuk kesejahteraan rakyat seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, perlindungan sosial, dan infrastruktur.

Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Rony Bako menilai, manfaat dari pengampunan pajak sangat banyak. Uang yang masuk dari tarif tebusan yang dibayarkan wajib pajak bisa menambah modal pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program pendidikan, kesehatan, perumahan, perlindungan sosial dan pembangunan infrastruktur.

Apalagi, dalam APBN 2016, kebutuhan untuk pos biaya pendidikan mencapai Rp 150 triliun, kesehatan Rp 67,2 triliun, perlindungan sosial Rp 158 triliun, dan infrastruktur Rp 213 triliun. Ke depan kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur hingga 2019 sangat besar, yakni mencapai Rp 5.500 triliun, sementara kapasitas pembiayaan untuk kesejahteraan rakyat sangat terbatas.

Menurut Rony Bako, dana-dana dari hasil repatriasi sangat bermanfaat, salah satunya untuk menambah likuiditas di dalam negeri yang bisa berdampak pada penguatan nilai tukar rupiah.

Indonesia, lanjut Rony Bako, sangat membutuhkan program pengampunan pajak guna menggenjot penerimaan negara. Dengan anjloknya harga minyak dunia dan rendahnya harga komoditas, saat ini hanya penerimaan dari pajak yang bisa diandalkan oleh pemerintah.

"Dengan harga minyak yang terus turun, kemudian harga komoditas semakin kritis, satu-satunya jalan ya dari pajak. Kalau pengampunan pajak tidak dilakukan, pemerintah akan semakin banyak menambah utang untuk menutupi defisit," kata Rony, di Jakarta, Rabu (17/2).

Berita Rekomendasi

Berkaca dari tahun lalu, kata Rony, utang pemerintah membengkak karena seretnya penerimaan negara, khususnya dari pajak. Pemerintah akhirnya berada dalam posisi dilematis untuk menahan belanja atau tidak.

Alhasil, pemerintah tidak bisa menahan belanja karena belanja dibutuhkan untuk mendorong laju perekonomian. Sedangkan jika belanja pemerintah terus digenjot tapi penerimaan tidak sesuai, defisit akan melebar jauh.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, defisit APBN Perubahan 2015 mencapai 2,56 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau Rp 292,1 triliun. Defisit tersebut melebar dari target yang ditetapkan sebesar 1,9 persen atau Rp 222,5 triliun.

Rony meyakini, program pengampunan pajak akan efektif menambah penerimaan negara. Sebab, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum melaporkan harta kekayaannya sebagai objek pajak. Apalagi, pemerintah juga telah mencantumkan skema repatriasi bagi WNI yang selama ini menyembunyikan uangnya di luar negeri. "Jadi, daripada utang pemerintah semakin banyak, lebih baik penerimaan pajak dari program pengampunan pajak ini kita ambil," tambahnya.

Meski begitu, ada hal lain yang lebih penting dari sekadar penerimaan. Rony menilai, program pengampunan pajak ini bisa mendongkrak jumlah wajib pajak orang pribadi. Saat ini, lanjutnya, jumlah orang pribadi yang memiliki NPWP hanya sekitar 10 juta jiwa, padahal potensi orang pribadi yang seharusnya memiliki NPWP mencapai 120 juta.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memperkirakan, tax amnesty jika dijalankan, bakal mengumpulkan tambahan penerimaan pajak. Jumlah ini memang belum bisa menutupi keseluruhan selisih target pajak 2016 dibandingkan realisasi 2015. Karenanya pemerintah diharapkan juga mengiringinya dengan perbaikan pengawasan, sehinga ke depan ada tambahan potensi pajak baru dan berdampak pada perbaikan rasio pajak atau tax ratio yang saat ini masih rendah.

"Dalam jangka panjang pemerintah harus fokus pada perluasan basis pajak. Kalau sistem manajemen dan pengawasan data bagus, ke depan akan ada kenaikan yang berkelanjutan," ujarnya.

Menurut Yustinus, skema tarif tax amnesty seperti sekarang yang hanya 2 persen, masih rendah, Jika 4 atau 5 persen baru akan optimal bagi kocek pemerintah.Tapi, menurutnya, tax amnesty memang sudah sangat ditunggu oleh publik. "Kalau sampai batal, ongkos politiknya juga besar. Ini sudah point of no return," ujarnya.

Pemerintah sendiri telah menyelesaikan proses penyusunan draft RUU Tax Amnesty atau pengampunan pajak. Untuk mempercepat pembahasan di DPR, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengeluarkan Ampres (Amanat Presiden).

"Tax Amnesty ini kan menjadi inisiatif pemerintah dan pemerintah mengharapkan dalam waktu persidangan ini dapat terselesaikan. Maka sekarang ini pemerintah segera menyiapkan Ampres, karena kemarin sudah disepakati dalam paripurna DPR, maka harapannya segera bisa dilakukan pembahasan," kata Seskab Pramono Anung.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas