Gerindra: UU Tapera Sudah Sangat Ditunggu Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Dalam UU Tapera disebutkan, iuran ditetapkan sebesar 3 persen dari total upah yang diterima pekerja.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Rancangan Undang-undang tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sudah disahkan menjadi Undang-undang lewat Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada hari selasa tanggal 23 Februari 2015 .
Ketua DPP Gerindra Nizar Zahro menegaskan pengesahan tersebut sebuah prestasi dari DPR RI karena UU Tapera merupakan inisiatif dari DPR RI dan sangat di tunggu oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Seluruh Indonesia.
"Dengan disahkannya RUU ini menjadi UU maka pemerintah saat ini memiliki payung hukum untuk mewajibkan warga negara untuk menabung sebagian dari penghasilannya yang akan dikelola badan pengelola Tapera untuk penyediaan rumah murah dan layak," kata Nizar melalui pesan singkat, Rabu (24/2/2016).
Menurut Nizar, pekerja dan pemberi kerja sama-sama diuntungkan sehingga sangat terasa asas manfaat nya . "Jadi tidak hanya ditanggung pekerja saja tetapi juga ditangung pemberi perusahaan tempatnya bekerja," kata Anggota Komisi V DPR itu.
Dalam UU Tapera disebutkan, iuran Tapera ini dikenakan sebesar 3% dari total upah yang diterima seorang pekerja. Dari 3% tersebut, sebagian ditanggung pengusaha atau perusahaan pemberi kerja, sementara sebagiannya lagi ditanggung pekerja itu sendiri.
Adapun besaran yang akan ditanggung pemberi kerja dan berapa yang harus ditanggung pekerja, kata Nizar, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU ini.
"Saya berharapa agar pemerintah melibatkan setiap stakeholder agar keputusan akhirnya nanti tidak merugikan salah satu pihak," ungkapnya.
Sementara uang yang terhimpun dalam Tapera ini, lanjutnya, akan dikelola sebuah lembaga yang dibentuk khusus untuk membiayai proyek-proyek pembangunan infrastruktur perumahan rumah murah bagi para pekerja dengan penghasilan yang cenderung rendah.
"Seperti yang kita ketahui bahwa selama ini para pekerja kita kesulitan memiliki rumah karena harganya sangat mahal. Dengan adanya dana ini, negara punya anggaran yang cukup untuk melakukan pembangunan perumahan yang layak dan berbiaya murah,akibat ada payung hukum yang telah di sahkan menjadi UU Tapera," ungkapnya.
Ia mengingatkan sesuai data BPS jumlah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) meningkat hingga kini mencapai 15 juta backlog (kebutuhan rumah). Jumlah ini akan terus bertambah karena terbatasnya anggaran negara untuk menyiapkan tempat tinggal kepada masyarakat miskin.
"Pemerintah telah menyiapkan anggaran Rp 5 triliun untuk menyiapkan rumah kepada masyarakat miskin setiap tahunnya. Dengan uang sebanyak itu, negara hanya mampu menyiapkan kebutuhan rumah 300-500 unit setiap tahunnya. Sementara permintaan akan rumah tinggal mencapai satu juta unit/tahun," tuturnya.