Menteri Marwan Salah Tak Perlu Marah
Agus juga menyebut pernyataan Marwan mengenai Garuda Indonesia yang belakangan terus mengalami kerugian
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Andri Malau
MENTERI Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal semestinya tidak perlu marah-marah lalu mengkritik maskapai Garuda Indonesia karena keterlambatan. Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio justru menyalahkan Menteri Marwan yang datang terlambat ke Bandara Soekarno-Hatta sebelum akhirnya bertolak ke Yogyakarta dengan pesawat berikutnya yang mengalami delay.
"Yang salah dia, kok marah-marah? Soal terlambat ada 1.000 macam penyebabnya. Dia menteri jadi harusnya bisa cek ke Direktur Operasional Garuda langsung,"kata Agus.
Agus juga menyebut pernyataan Marwan mengenai Garuda Indonesia yang belakangan terus mengalami kerugian. Ia menyebut pernyataan itu tidak sepenuhnya benar.
"Soal rugi terus enggak benar juga. Ketika investasi rugi itu biasa. (Garuda, red) Untung pernahlah. Paling merugi dua sampai tiga tahun belakangan. Tahun ini harusnya untung karena harga avtur merosot tajam," ujar Agus.
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal Di Indonesia?, telah diatur mengenai persoalan kompensasi atau ganti rugi yang didapat penumpang dari maskapai penerbangan.
Peraturan ini hanya berlaku untuk keterlambatan yang disebabkan faktor manajemen maskapai, seperti keterlambatan kru pesawat, keterlambatan katering, keterlambatan penanganan di darat, menunggu penumpang atau ketidaksiapan pesawat.
Sedangkan keterlambatan disebabkan faktor teknis operasional, baik bandara asal maupun tujuan, kemudian faktor cuaca, dan faktor lain di luar manajemen tidak menjadi bagian dari manajemen.
Berikut kompensasi atau ganti rugi dimaksud sesuai dengan kategori keterlambatan:
1. Kategori 1, keterlambatan 30-60 menit, kompensasi berupa minuman ringan.
2. Kategori 2, keterlambatan 61-120 menit, kompensasi berupa makanan dan minuman ringan (snack box).
3. Kategori 3, keterlambatan 121-180 menit, kompensasi berupa minuman dan makanan berat.
4. Kategori 4, keterlambatan 181-240 menit, kompensasi berupa makanan dan minuman ringan serta makanan berat.
5. Kategori 5, keterlambatan lebih dari 240 menit, kompensasi berupa ganti rugi sebesar Rp 300.000.
6. Kategori 6, yaitu pembatalan penerbangan maka maskapai wajib mengalihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund).
7. Keterlambatan pada kategori 2 sampai dengan 5, penumpang dapat dialihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund). dan
8. Khusus pada kompensasi keterlambatan kategori 5 di mana calon penumpang mendapat ganti rugi sebesar Rp 300.000. Pemberian ganti rugi dapat berupa uang tunai atau voucher yang dapat diuangkan atau melalui transfer rekening, selambat-lambatnya 3 x 24 jam sejak keterlambatan dan pembatalan penerbangan terjadi.
Sebelumnya Menteri Marwan mengkritisi maskapai Garuda Indonesia yang disebutnya sangat berantakan. Apalagi sepanjang sejarah sudah lama sekali BUMN tersebut tidak mengalami untung. "Kalau kita ketinggalan dua sampai tiga menit saja sudah ditinggal, tapi kalau delay bisa dua sampai tiga jam kita tidak dapat apa-apa," ujar Marwan