Jokowi Titip Desain Blok Masela
Menteri ESDM Sudirman Said menyebut, rencana pengembangan atau plant of development (POD) Blok Masela harus diputuskan sekarang
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo akhirnya memastikan keputusan final investasi lapangan abadi Blok Masela dilakukan pada 2018 mendatang. Pemerintah terus mengkaji apakah pengembangan lapangan abadi Blok Masela dilakukan di laut (offshore) atau di darat (onshore).
"Kita memerlukan waktu untuk memberikan ruang kepada investor apakah di darat atau di laut, onshore atau offshore, segera dirampungkan," kata Jokowi di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM), Jakarta, Senin (29/2).
Bagi mantan Wali Kota Solo ini, pemerintah berhati-hati memutuskan model investasi terbaik untuk pengembangan lapangan abadi blok Masela, Maluku. Ia berharap, proyek lapangan blok Masela memberi manfaat besar untuk masyarakat sekitar.
"Yang paling penting kita ingin, eksploitasi ini nantinya ke depan bermanfaat bagi pengembangan regional Indonesia bagian timur. Jangan sampai hanya diambilin, rakyat yang berada di sekitar itu tidak dapat manfaatnya. Itu desain yang saya minta dari Menteri ESDM maupun Bappenas," urainya.
Menteri ESDM Sudirman Said menyebut, rencana pengembangan atau plant of development (POD) Blok Masela harus diputuskan sekarang. "POD-nya harus putus sekarang-sekarang ini, dan (karena) sudah terlambat sebetulnya itu," kata Sudirman.
Mantan Dirut PT Pindad itu menjelaskan keputusan pada 2018 yang dimaksud Presiden adalah keputusan investasi final atau final investment decision (FID), bukan rencana pengembangan. Keputusan FID pada 2018 itu tidak akan bisa terwujud bila keputusan rencana pengembangan tidak diputuskan saat ini.
"Keputusan 2018 baru terjadi kalau sekarang diputuskan POD. Kalau tidak diputuskan, itu 2018 lupakan saja," ucapnya
Geram
Sudirman pun menyesali pihak-pihak yang berniat membohongi rakyat perihal blok Masela. Apalagi, hal itu dilakukan untuk mengganti investor. Sudirman enggan membeberkan pihak yang diduga melakukan pembohongan soal blok Masela. Ia hanya memberi petunjuk pihak tersebut merupakan kolega di pemerintahan. Bahkan, beberapa kali berseberangan pendapat dengan Sudirman Said.
"Ada lah, nanti kalian juga tahu. Dia tidak hanya menghambat soal Masela. Dari mulai listrik, DKE, Freeport sudah mau dibereskan dihambat semua. Kok malah kolega yang menghambat," kata Sudirman.
Sudirman mengaku bingung dengan masalah tersebut. Pasalnya, masalah semakin rumit karena silang pendapat justru muncul dari kolega di pemerintahan.
"Kalau yang mengganggu itu mafia, penjahat, kan menghadapinya enak. Tapi kalau kolega masak kita mau berbalas pantun?" tanyanya.
Sebelumnya, pihak Istana menyangkal pernyataan Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli terkait pengembangan lapangan abadi Blok Masela dengan skenario pembangunan kilang LNG di darat alias onshore.
Staf khusus presiden bidang komunikasi Johan Budi menyebut, pemerintah belum memutuskan nasib pengembangan blok Masela di Maluku meski telah beberapa kali menggelar rapat terbatas. Pasalnya, Presiden Jokowi mempertimbangkan semua masukan dari berbagai pihak.
"Keputusan harus dibuat dengan sangat hati-hati," kata Johan, dalam keterangan tertulis, Selasa (23/2) lalu.
Sekretaris Kabinet, Pramono Anung pun seirama dengan Johan Budi. Ia menegaskan, pemerintah belum menentukan apakah pengembangan blok Masela akan menggunakan metode eksplorasi di atas tanah (onshore) atau lepas pantai atau laut (offshore).
"Sampai hari ini sedang dikaji, ditelaah, diteliti dan pada saatnya akan diputuskan," ujar Pramono.
Untuk diketahui, Rizal Ramli menyebut pemerintah akan mengembangan blok Masela dengan skenario pembangunan kilang LNG di darat. Kebijakan itu diambil setelah membahas secara menyeluruh dan hati-hati masukan dari banyak pihak.
"Pertimbangannya, pemerintah sangat memperhatikan multiplier effects serta percepatan pembangunan ekonomi Maluku khususnya, dan Indonesia Timur pada umumnya," ujar Rizal.
Ia menjelaskan, Presiden Jokowi kerap memberi arahan agar mengacu konstitusi secara konsekuen. Apalagi, blok Masela menyangkut pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Bukan hanya itu, Jokowi juga menekankan pemanfaatan ladang gas abadi Masela tidak hanya sumber penghasil devisi. Blok Masela juga harus menjadi motor percepatan pembangunan ekonomi Maluku dan Indonesia Timur.
Berdasarkan kajian Kemenko Maritim dan Sumber Daya, biaya pembangunan kilang darat (onshore) sekitar US$ 16 miliar. Sedangkan jika dibangun kilang apung di laut (offshore), biayanya mencapai US$ 22 miliar. Itu berarti kilang di darat US$ 6 miliar lebih murah dibandingkan dengan kilang di laut.
Angka ini sangat berbeda dengan perkiraan biaya dari Inpex dan Shell. Mereka menyatakan, pembangunan kilang offshore hanya US$ 14,8 miliar. Sedangkan pembangunan kilang di darat, mencapai US$ 19,3 miliar.
"Inpex dan Shell telah membesar-besarkan biaya pembangunan kilang di darat. Sebaliknya, mereka justru mengecilkan biaya pembangunan di laut," kata Rizal.
Ia lalu menantang beradu data dengan mereka menyangkut biaya pembangunan blok Masela. Bila ternyata pembangunan di laut membengkak hingga melebihi US$ 14,8 milyar, Inpex dan Shell harus bertanggungjawab membiayai kebihanannya, tidak boleh lagi dibebankan kepada cost recovery.
"Faktanya Inpex tidak berani. Ini menunjukkan mereka sendiri tidak yakin dengan perkiraan biaya yang mereka buat," kata Rizal.
Mantan Menteri Keuangan di era Presiden Abdurrahman Wahid ini menjelaskan, pembangunan kilang di laut membuat pemerintah hanya menerima pemasukan US$ 2,52 miliar per tahun dari penjualan LNG. Angka itu diperoleh dengan asumsi harga minyak US$ 60 per barel. Sebaliknya dengan membangun kilang di darat, gas LNG itu sebagian bisa dimanfaatkan untuk industri pupuk dan petrokimia. Dengan cara ini, negara bisa memperoleh revenue mencapai US$ 6,5 miliar per tahun.
Rizal menambahkan, pemerintah juga belajar dari pengalaman pembangunan kilang ofshore di Prelude, Australia, yang mengalami keterlambatan dan pembengkakan biaya cukup besar.
"Prelude telah menghabiskan biaya $12,6 milyar. Padahal kapasitasnya hanya 3,6 juta ton per tahun, 48% dari Kapasitas Masela yaitu 7,5 juta ton per tahun," beber Rizal.
Inilah yang menjelaskan mengapa Presiden menginginkan pembangunan kilang Masela di darat. Rizal bilang Jokowi juga sangat memperhatikan manfaat dan multiplier effect-nya yang jauh lebih besar dibandingkan jika kilang dibangun di laut. "Dengan pembangunan kilang di darat, kita bisa mengembangkan kota Balikpapan baru di Selaru yang berjarak 90 km dari Blok Masela," ungkap Rizal.
Apalagi banyak tokoh-tokoh masyarakat dan rakyat Maluku yang menginginkan agar kilang Masela dibangun di darat untuk mempercepat pembangunan Maluku. Dukungan yang sama yang juga diberikan oleh Ketua MPR, DPD and anggota-anggota BPK.
Menko Maritim dan Sumber Daya juga menilai kekhawatiran Inpex akan keluar dari proyek pengembangan Blok Masela sangat berlebihan. Pasalnya, Inpex sudah menghabiskan waktu bertahun-tahun dan investasi sekitar US$ 2 miliar.
Perusahaan itu tidak akan meninggalkan Blok Masela yang memiliki cadangan lebih dari 20 tcf (trilion cubic feet). Dengan asumsi diproduksi 1,2 juta kaki kubik per hari, maka cadangan bisa dimanfaatkan sampai 70 tahun.
"Pemerintah Indonesia sangat menghargai hubungan strategis dan jangka panjang dengan Jepang. Kita percaya Inpex akan sangat berkepentingan dengan pembangunan kilang di darat yang jauh lebih murah, dan menguntungkan Indonesia dan Jepang," imbuhnya. (tribunnews/ktn/jar)