Anggota DPR Desak Pemerintah Evaluasi Sistem Keselamatan Pelayaran
Tenggelamnya KM Rafelia II yang menelan enam korban jiwa termasuk nakhoda saat melintas di selat Bali pekan lalu disinyalir karena kapal tak layak.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tenggelamnya Kapal Motor (KM) Rafelia II yang menelan enam korban jiwa termasuk nakhodanya saat melintas di selat Bali pekan lalu disinyalir karena kapal tidak layak untuk berlayar.
Kejadian tersebut harus diusut tuntas agar hal serupa tidak terulang lagi.
Menanggapi insiden itu, anggota Komisi V DPR RI, Anton Sihombing mendesak pemerintah untuk mengevaluasi sistem keselamatan pelayaran mengingat tingginya angka kecelakaan akibat kesalahan manusia. Menurutnya, evaluasi itu harus dilakukan secara menyeluruh karena sebagian besar kecelakaan kapal selama ini bukan akibat cuaca buruk, namun akibat ketidakdisiplinan nahkoda.
"Tenggelamnya Revelia II sebagai contoh bahwa masih buruknya pengelolaan syahbandar selama ini. Pelayaran itu harus dievaluasi karena kecelakaan kapal laut belakangan ini terjadi bukan akibat cuaca, tapi karena human error," kata Anton melalui pesan singkatnya, Kamis (10/3/2016).
Politikus Golkar itu mencontohkan banyaknya kapal Indonesia yang berlayar tanpa nahkoda yang memenuhi syarat berlayar. Belum lagi kecelakaan kappal karena nahkodanya berlayar tidak pada alur yang ditetapkan.
Anton menilai, kejadian itu sangat mempermalukan bangsa. Pasalnya, kecelakaan tersebut menunjukkan kemampuan SDM perwira pelayaran niaga sangat minimum.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Indonesia Maritime and Ocean (IMO) watch itu menyebutkan, selain melakukan evaluasi menyeluruh, pemerintah harus meningkatkan kualitas sekolah pelayaran. Dirinya menilai, sekolah pelaut harus lebih mengutamakan kualitas ketimbang kuantitas mengingat anggarannya yang cukup tinggi setiap tahunnya
"Bisa dibayangkan, anggaran untuk Badan Diklat SDM pelaut kita kita di Kemenhub pada 2016 ini lebih dari Rp 6 triliun. Anggaran sangat luar biasa besar dan itu tak ada gunanya kalau toh kapal sering kecelakaan dan tenggelam," tuturnya.
Dengan sekolah dan pelatihan itu, kata Anton, diharapkan tidak akan terjadi lagi tindakan tidak disiplin. Ia menyebutkan ketidakdisiplinan adalah kasus over draft atau kelebihan muatan kapal.
"Kejadian ini sangat memalukan kita semua. Kemampuan SDM dan kedisplinan nahkoda kapal juga sangat kurang. Syambandar juga begitu," katanya.
Anton pun meminta kepada perusahaan pelayanan jangan hanya mencari keuntungan sementara peralatan dan alat-alat keselamatan tidak layak berlayar. Perusahaan pemilik kapal jangan memaksakan kapalnya berangkat padahal kapal tidak aman.
"Syambandar disitu juga harus tegas. Jangan memberangkatkan kapal yang tak layak. Terlalu banyak yang dikorbankan bisa kapal tak layak tetap diberangkatkan," tegasnya.