Minta Lima Tahun Perpanjangan Kontrak, Eks PNPM Dikritik
"Kalau mau jadi pendamping desa ya harus seleksi," kata Agus.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tuntutan beberapa oknum eks PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri yang meminta dijadikan pendamping desa tanpa proses seleksi menuai kritik berbagai kepala desa. Terlebih, eks PNPM tersebut meminta perpanjangan kontrak otomatis selama 5 tahun.
Salah satu kritikan keras datang dari Desa Segaramakmur Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Agus Sopyan selaku Kepala Desa mengaku tidak sepakat, jika eks PNPM menjadi pendamping desa secara langsung tanpa melalui tahapan seleksi. Ia meragukan kredibilitas eks PNPM, yang tidak semuanya memiliki kualitas memadai.
"Kalau mau jadi pendamping desa ya harus seleksi. Kita kan tidak tahu, apakah mereka itu kredibel dan benar-benar berkualitas," ujarnya, Jumat (8/4/2016).
Menurut Agus, eks PNPM adalah program era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berbeda konsep pendamping desa. Ia khawatir, menjadikan eks PNPM secara otomatis menjadi pendamping desa, akan mengulangi kesalahan pelaksanan program di desa sebelumnya.
"Pengalaman realisasi program yang dijalankan PNPM hasilnya tidak berkualitas, mereka (eks PNPM) hanya bermain proyek. Tidak ada aspek pemberdayaannya. Oleh karena itu, pendamping desa harus yang benar-benar kredibel," ujarnya.
Hal senada juga disampikan Made Darmaja, Sekretaris Desa Kerta Kecamatan Payangan Kabuapten Giyanyar Bali. Menurutnya, setiap individu yang mengabdi menjadi pendamping desa harus melalui proses seleksi. Menobatkan eks PNPM otomatis menjadi pendamping desa, hanya akan bertaruh pada keberuntungan.
"Iya kalau kebetulan bagus, kalau tidak bagaimana?," ujarnya.
Meski demikian, Made mengakui akan menerima apapun keputusan pemerintah terkait hal tersebut. Ia percaya, pemerintah akan memberikan keputusan yang terbaik untuk desa.
"Kita percaya pada pemerintah, apapun keputusannya kita akan menerimanya. Hanya saja, PNPM dan program dana desa ini kan beda. Apakah mereka (eks PNPM) memahami aturan-aturan yang sekarang," ujarnya.
Sebelumnya, Budhis Utami, Wakil Ketua Pelaksana Harian Institusi Kapal Perempuan menilai, rekrutmen pendamping desa yang dilakukan secara terbuka adalah pilihan yang tepat. Selain untuk mendapatkan pendamping desa yang berkualitas, hal tersebut juga menjadi langkah upaya penengahan konflik.
"Pendamping desa yang telah lulus perekrutan jangan dibatalkan, karena mereka telah mengikuti pereklrutan secara terbuka. Hanya saja, keseluruhan pendamping desa harus ada Monev (Monitoring dan Evaluasi) agar lebih transparansi," ujarnya.
Menurut Budhis, tidak semua kinerja pendamping desa memiliki kinerja bagus dan sesuai mandat. Ia pernah melakukan penelitian di beberapa kabupaten, yang berkesimpulan bahwa Pendamping PNPM dalam hal ini tidak melakukan aspek pemberdayaan.
“Kami pernah melakukan penelitian di 4 Kabupaten, yakni Lombok Timur, Maros, Kupang dan Mamuju. Dari penelitian tersebut kami lihat, bahwa tidak ada aspek pemberdayaan di dalamnya. Contohnya saja program PKH (Program Keluarga Harapan), yang seharusnya ada aspek pemberdayaan keluarga. Ini tidak ada sama sekali, yang mereka lakukan hanya sebatas fungsi administratif,” ungkapnya.
Temuan lainnya berkaitan dengan program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan. Program ini menurutnya, dijalankan dengan tidak transparan dan cenderung hanya dapat diakses oleh masyarakat kalangan menengah ke atas.
“Agar dana simpan pinjam ini bergulir, syaratnya harus ada kelompok perempuan dulu. Temuan di lapangan, kelompok-kelompok perempuan ini sebenarnya hanya fiktif. Dan dana digulirkan, hanya bisa diakses oleh kelompok menengah, bukan dari kalangan miskin,” ujarnya.
Terkait hal tersebut ia berharap, persoalan pendamping desa agar tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Menurutnya, jika terdapat penyimpangan dan kinerja pendamping desa yang tidak memenuhi mandat, dapat segera dilaporkan kepada pihak yang berwenang.
“Eks PNPM yang memang merasa pantas untuk menjadi pendamping desa, tunjukkan kalau memang kita mampu. Kalau memang ada kinerja yang tidak bagus, segera dilaporkan,” ujarnya.
Sebagai informasi, beberapa eks PNPM yang mengatasnamakan Aliansi Pendamping Profesional Desa Jawa Barat pernah melakukan demonstrasi di depan Istana Negara, 23 Maret 2016 yang lalu. Aksi ini menuntut perpanjangan kontrak pendamping PNPM (Eks PNPM) menjadi pendamping desa tanpa melalui proses seleksi.