Asosiasi Petani Tembakau Desak DPR Segera Sahkan RUU Tembakau
"Presiden harus memberi perhatian penuh terhadap RUU Pertembakauan karena ini demi kemandirian ekonomi agar tidak bergantung pada impor."
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Indonesia harus seera memiliki UU tentang Pertembakauan mengingat ada jutaan petani yang menggantungkan hidup dari komoditi ini. Itu sebabnya, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mendesak pemerintah segera mengesahkan RUU Pertembakauan.
RUU ini saat ini sudah masuk Proreglas.
Menurut Ketua APTI Wisnu Brata, UU ini diperlukan untuk melindungi petani tembakau dalam negeri. Selain itu, UU ini juga untuk melindungi petani tembakau lokal dari serbuan tembakau impor.
Dia mengkhawatirkan, jika tidak ada payung hukum UU yang definitif tentang pertembakauan, kehidupan petani tembaku jadi rentan karena tidak ada
proteksi dari negara.
Dia mencontohkan, petani bawang putih di Indonesia kini babak belur oleh serbuan bawang putih impor yang harganya jauh lebih murah. Ditambah tidak ada proteksi pemerintah, petani lokal kini cenderung enggan menanam komoditi ini karena dianggap tidak lagi menguntungkan.
"RUU Pertembakuan ini pro petani, kami sendiri tidak anti impor, asalkan jelas dilaporkan," kata Wisnu dalam keterangan persnya, Selasa (12/4/2016).
Dia menyebutkan, di draft RUU Pertembakauan pasal 20 disebutkan mengenai definisi mengenai rokok kretek. Rokok jenis ini diharuskan menggunakan bahan baku tembakau lokal. Porsi dengan tembakai impor dibatasi maksimal 80 persen lokal dan 20 persen impor.
Di draft pasal 30 RUU yang sama, disebutkan disparitas patokan pengenaan cukai untuk rokok kretek. "Ini juga bentuk perlindungan ke petani," kata Wisnu.
Dia menambahkan, Presiden Jokowi yang selama ini kebijakannya mengedepankan kemandirian ekonomi berdikari sudah seharusnya mendukung RUU Pertembakauan demi memberi pelindungan pada petani tembakau lokal.
"Presiden harus memberi perhatian penuh terhadap RUU Pertembakauan karena ini demi kemandirian ekonomi agar tidak bergantung pada impor," tegasnya.
Wisnu menuding kampanye negatif terhadap industri tembakau lokal kerap dilakukan seringkali tidak fair.
"Ketika mengkritik impor tembakau, mereka tidak menyuarakan hal sama, misalnya impor minuman keras beralkohol yang selama ini membanjiri pasar," klaim Wisnu.