Divonis KPPU Lakukan Kartel Daging, Perusahaan Penggemukan Sapi Ramai-ramai Protes
Kuasa hukum PT Austasia Stockfeed dan PT Santosa Agrindo, Rikrik Rizkiyana mengatakan, pihaknya akan mengajukan keberatan.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Perusahaan penggemukan sapi bersiap mengajukan keberatannya terkait putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Mereka 32 perusahaan berstatus terlapor, yang disebut KPPU melakukan kartel.
Kuasa hukum PT Austasia Stockfeed dan PT Santosa Agrindo, Rikrik Rizkiyana mengatakan, pihaknya akan mengajukan keberatan. Pasalnya, ia menilai pertimbangan majelis komisi itu terlalu dipaksakan.
"Putusan jauh dari perkiraan kami dari sisi substansi terlalu memaksakan fakta yang ada," ungkapnya, usai sidang, Jumat (22/4).
Menurut Ririk, rescheduling sales yang dilakukan para terlapor merupakan reaksi alamiah.
Pasalnya, kuota impor dari pemerintah yang sebesar 50.000 ekor sapi itu tak bisa direalisasikan. "Lalu dengan begitu apakah lantas para terlapor terbukti melakukan kartel? Itu hanya reaksi alamiah untuk survive perusahaan," tambahnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga mengatakan soal nilai tukar rupiah yang terpukul terhadap dollar AS.
"Bagaimana bisa kurs rupiah tak berdampak terhadap harga sapi impor? Itu yang dikatakan majelis," pungkasnya.
Senada, kuasa hukum kelima terlapor Rian Hidayat pun mengatakan, pertimbangan majelis banyak yak tak sesuai. "KPPU tak pernah menetapkan harga wajar," ungkapnya.
Padahal, menurut dia, sebelum menentukan pasar produk dan pasar geografis harus ditetapkan terlebih dahulu harga wajar.
Dia mengklaim hal tersebut sudah diatur dalam peraturan KPPU.
Kemudian soal penahanan pasokan bersama-sama, Rian bilang, KPPU tak bisa lanngsung menetapkan begitu saja.
"Ada tidak sample kebutuhan pasokan sapi di Indonesia berapa? Suplainya berapa? Dari situ baru ketahuan kita melakukan penahanan atau tidak," tambahnya.
Apalagi harga sapi berbeda-beda berdasarkan jenisnya. Lagipula, ia melanjutkan pasal yang dituduhkan KPPU tidak sesuai. Dimana kesepakatan harga itu ada di Pasal 5 bulan Pasal 11 UU NO. 5 Tahun 1999. "Pasal 11 itu lebih mengatur pengaturan produksi," jelasnya.
Atas hal itu pula, pihaknya akan mengajukan keberatan atas putusan ini.