Peringatan INDEF: Kalau Kebutuhan Pangan Indonesia Digantungkan ke Impor, Indonesia 'Bunuh Diri'
"INDEF rekomendasikan jangan pernah menggantungkan kedaulatan pangan dari impor dan energi juga. Bagaimana bisa mencapai kedaulatan?"
Editor: Choirul Arifin
JAKARTA, KOMPAS.com - Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) menghimbau agar pemerintah jangan selalu menggantungkan persoalan pangan dengan kebijakan impor, jika ingin wujudkan kedaulatan pangan nasional.
Baru-baru ini pemerintah baru saja membuka keran impor daging sapi sebanyak 27.400 ton dan gula mentah (raw sugar) sebesar 381 ribu ton dengan tujuan mengendalikan fluktuasi harga di pasaran.
"INDEF rekomendasikan jangan pernah menggantungkan kedaulatan pangan dari impor dan energi juga. Bagaimana bisa mencapai kedaulatan? Mau selesaikan masalah ini kuncinya adalah kedaulatan," ujar Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati dalam diskusi yang bertajuk 'Sengkarut Tata Kelola Pangan' di Jakarta, Senin (6/6/2016).
Enny menilai, jika bergantung pada impor maka sama saja seperti "bunuh diri" karena selain itu suplai dalam negeri juga harus dijaga.
"Kalau sampai ketergantungan impor, bunuh diri. Seperti kemarin terlambat kebijakannya, beras tidak ada, impor daging dari Australia. Ini tidak hanya keamanan pangan tapi jadi negara berdaulat," tegas Enny.
Menurut Enny, jika dasar kedaulatan saja tidak terpenuhi membuat Indonesia tertekan apalagi dengan adanya Trans Pasific Partnership (TPP).
"Kalau basic tidak berdaulat, begitu kita mau masuk TPP, Amerika tidak mau kerja sama bilateral dengan Indonesia. Padahal kedelai, gandum dari Amerika," ungkapnya.
Enny menambahkan, terkait persoalan pasokan pangan bisa di cukupi bila konsisten dalam membuat kebijakan bukan hanya sekedar retorika sementara untuk mengatasai gejolak dalam masyarakat.
"Pasokan dari dalam negeri cukup, untuk bisa ke sana harus ada konsistensi kebijakan. Kalau sekedar omongan, memenuhi gejolak masyarakat, lupakan kedaulatan pangan," jelasnya.
Penulis: Pramdia Arhando Julianto