159.000 Pasien Gagal Ginjal Kronis di Indonesia Jalani Cuci Darah, Mayoritas Usia Produktif
Pasien cuci darah dinyatakan sebagai tindakan dengan biaya terbesar keempat pada pengeluaran BPJS Kesehatan
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA -- Merujuk data BPJS Kesehatan, cuci darah dinyatakan sebagai tindakan dengan biaya terbesar keempat pada pengeluaran BPJS Kesehatan dengan pengeluaran tahun 2023 sebesar Rp2,9 triliun.
Selain itu, sebanyak 85 persen pasien cuci darah berada pada rentang usia produktif.
Hal ini menyebabkan tingginya dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan jika pasien gagal ginjal tidak terjaga quality of life-nya.
Dari 267 juta jumlah populasi Indonesia, sebanyak 1,5 juta orang merupakan pasien gagal ginjal kronis dengan 159.000 orang menjalani cuci darah.
Data tersebut menunjukkan perlunya penyediaan alat kesehatan dialyzer berkualitas.
Dialyzer produksi dalam negeri dapat membantu mempermudah dan memperluas akses ke wilayah-wilayah di Indonesia.
Dialyzer merupakan bahan habis pakai (consumables) penting dalam tindakan hemodialisis atau cuci darah.
Hemodialisa atau cuci darah adalah prosedur rutin seumur hidup yang dilakukan 2-3 kali seminggu oleh pasien gagal ginjal kronis di tahap 5 (End Stage Renal Disease) yakni fungsi ginjal sudah sangat rendah atau kurang dari 15 persen.
“Ini merupakan sebuah prosedur di mana mesin dialisis dan dialyzer digunakan untuk membersihkan darah. Dokter membuat akses ke pembuluh darah, biasanya melalui operasi minor di lengan, untuk mengalirkan darah ke dalam dialyzer yang berfungsi sebagai ginjal buatan,” tutur Direktur PT Forsta Kalmedic Global, Yvone Astri Della Sijabat dalam temu media baru-baru ini.
Pihaknya menjadi perusahaan pertama di Indonesia dan nomor dua di ASEAN yang memiliki fasilitas produksi dialyzer.
Ia mengatakan, dialyzer karya buatan anak bangsa ini diharapkan bisa mengurangi ketergantungan impor, memastikan ketersediaan produk, menghindari gangguan rantai pasok global, dan menekan dampak fluktuasi nilai tukar.
Direktur PT Kalbe Farma Tbk, Kartika Setiabudy menambahkan, melalui penyediaan fasilitas produksi Dialyzer di dalam negeri maka dapat membantu pasien ginjal di Indonesia.
Pengembangan sektor prioritas ini juga meningkatkan TKDN industri alat kesehatan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, terutama pengadaan pemerintah.
Baca juga: Gagal Ginjal Jadi Diagnosis Sekunder Tertinggi Kedua, Kebutuhan Cuci Darah Terus Meningkat
“Dialyzer RenaCare juga telah meraih sertifikasi CPAKB (Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik) dari Kementerian Kesehatan,” ujar Kartika.