Salah Urus Impor Garam Disebabkan Program KKP di Sektor Hulu Tidak Dilakukan
Industri berbahan baku garam memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Wahid Nurdin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Adiatmaputra Fajar Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri berbahan baku garam memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian.
Dari data Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) ekspor hasil industri pengguna garam sekitar 20 miliar dollar AS, sementara impor garam 100 juta dollar AS
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menilai pengaturan distribusi garam lokal dibutuhkan untuk mensejahterakan petambak garam.
Menurut Faisal pemerintah harus membuat pembenahan di sektor hulu.
"Selama ini salah urus impor garam disebabkan program KKP di sektor hulu tidak dilakukan," ujar Faisal, Jumat (24/6/2016).
Pemerintah, kata Faisal perlu melakukan strategi hulu yang terukur. Karena tujuan utamanya untuk meningkatkan kualitas garam lokal agar dapat diserap oleh masyarakat.
"Masalah di hilir (penyerapan garam lokal) tidak bisa diselesaikan secara instan," papar Faisal.
Lebih lanjut Faisal Basri menambahkan, terdapat beberapa upaya jalan tengah agar industri berbahan baku garam tetap terjaga.
Dalam hal ini pemerintah butuh pengaturan distribusi garam lokal yang didasarkan pada data yang akurat.
"Selama ini data yang dipublish pemerintah tidak valid dan berbeda-beda tiap kementerian," ungkap Faisal.
Faisal memaparkan angka untuk menghitung jumlah rata-rata produksi 26.000 luas lahan dikalikan rata-rata produktivitas (70), yaitu sekitar 1,8 juta ton pertahun.
Selain data produksi, diperlukan juga informasi yang valid dari pihak-pihak yang berkepentingan.
"Industri petrokimia, pembuat kebijakan perlu mengetahui bahwa mesin-mesin dalam industri petrokimia akan rusak jika spek dipaksanakan menggunakan garam lokal," kata Faisal Basri.(*)