Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Regulasi dan Biaya Produksi Faktor Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia Kalah dari Malaysia

Realisiasi ekpor industri mebel dan kerajinan Indonesia masih kalah dengan dua negara tetangga di Asia Tenggara, yakni Vietnam dan Malaysia.

Penulis: Teuku Muhammad Guci Syaifudin
Editor: Sugiyarto
zoom-in Regulasi dan Biaya Produksi Faktor Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia Kalah dari Malaysia
Tribunnews.com/Tribunnews.com/Andri Malau
Produk-produk mebel dan kerajinan Nasional Dalam Pameran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) Tahun 2015, di Pusat Niaga JI-EXPO, Kemayoran, Jakarat, Kamis (12/3/2015)- 15 Maret 2015. (Tribunnews.com/Andri Malau) 

Laporan Wartawan Tribun Jabar Teuku Muh Guci S

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Realisiasi ekpor industri mebel dan kerajinan Indonesia masih kalah dengan dua negara tetangga di Asia Tenggara, yakni Vietnam dan Malaysia.

Indonesia berada di peringkat ketiga setelah Malaysia dan Vietnam terkait dengan realisasi ekpor hasil mebel dan kerajinan.

“Paling tinggi itu Vietnam dengan realiasi eksppor mereka di atas 7 miliar dolar Amerika. Tahun lalu 6,9 miliar. Yang kedua itu Malaysia dengan realisasi ekspor 2,4 miliar dolar Amerika,” kata Wakil Ketua Umum DPP HIMKI, Abdul Sobur, di Hotel Santika, Jalan Sumatra, Kota Bandung, Jumat (12/8/2016).

Menurut Abdul, beberapa hal yang membuat Indonesia kalah bersaingan dengan kedua negara tersebut.

Padahal dari segi sumber daya alam, kata dia, jelas Indonesia lebih kaya ketimbang kedua negara tersebut.

Apalagi kedua negara itu belajar tentang ekpor hasil mebel dan kerajinan kepada Indonesia.

Berita Rekomendasi

“Regulasi yang dikembangkan dan diterapkan pemerintah Vietrnam dan malaysia lebih optimal dan lebih produktif untuk mendukung industri mebel dan kerajinan di sana dibanding di Indonesia,” kata Abdul.

Regulasi yang memberatkan di antaranya sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK).

Menurut Abdul, di Vietnam dan Malaysia tidak menggunakan SVLK atau regulasi sejenisnya untuk pelaku industri di hilir. Sementara di Indonesia memberlakukan SVLK mulai dari hulu sampai di hilir.

“Di indonesia diberlakukan di hilir yang kami anggap tidak perlu karena pada kenyataannya membenani industri dan mempengaruhi daya saing. SVLK cukup di hulu saja di pedagang kayunya saja. Kalau kayu legal otomatis di hilir halal,” ujar Abdul.

Abdul mengatakan, proses pengurusan SVLK sendiri memakan biaya yang besar dan waktu yang lama.

Untuk menuju proses SVLK misalnya, kata dia, pelaku usaha mebel dan kerajinan harus mengeluarkan kocek sebesar Rp 40 juta.

Belum lagi, kata dia, sulitnya mengurus Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

“Untuk UKM itu sangat berat,” kata dia.

Selain regulasi, kata Abul, ongkos produksi industri di Indonesia lebih besar ketimbang di Vietnam dan Malaysia.

Mulai dari bunga bank yang tinggi, infrastruktur yang jelek , biaya listrik yang termahal di dunia dan lainya.

Sementara di negara tetagga bunga bank di bawah 10 persen, sementara di Indonesia mencapai 12 persen.

“Ongkos produksi di Indonesia itu bisa 40 persen dari Cina untuk industri yang tidak mungki diproduksi di sana namun mereka bisa."

"Di sana infrastruktur hebat, pemerintah all out, dan pemerintah ada insetif. Jika pengusaha ekspor 1 juta dolar dapat 10 persen insetif. Dapatnya dari tukar uang khusus ekportir,” kata Abdul.

Abdul mengatakan, potensi ekpsor mebel dan kerajinan di Indonesia sangat besar jika dilihat dari segi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Menurutnya Indonesia mampu bersaingan dengan Cina sekalipun.

“Mereka impor bahan baku dari seluruh dunia dan di antaranya dari kita. Kita sendiri mengekspor bahan baku ke luar negeri nilainya mencapai 2 milair dolar Amerika."

"Sementara nilai tambahnya sedikit, coba kalau diproduksi di sini nilai tambahnya menjadi 4 miliar,” kata Abdul seraya menagih janji Presiden Joko Widodo yang ingin meningkatkan industri mebel dan kerajinan.

Sebab presiden yang akrab disapa Jokowi itu juga dulunya merupakan pengusaha mebel.

“Seharusnya bahan baku jangan keluar. Di tangan presiden Jokowi industri mebel itu harusnya nomor satu,” ujar Abdul. (cis)

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas