Bursa Berjangka Siapkan Instrumen Penampung Tax Amnesty
"ICDX produk timah juga bisa berjalan untuk repatriasi"
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA- PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau Jakarta Futures Exchange (JFX) menyiapkan produk baru untuk menampung dana repatriasi tax amnesty. Produk tersebut bakal diluncurkan dua bulan mendatang.
Direktur Utama BBJ Stephanus Paulus Lumintang mengaku tengah menanti aturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terkait mekanisme perdagangan produk ini. Pasalnya, pemerintah mengatur dana tax amnesty harus ditahan tiga tahun dalam instrumen investasi.
Untuk itu, nantinya akan ada akun spesifik bagi investor repatriasi. "Yang jelas ini merupakan produk baru yang belum ada sebelumnya, produk ini kami siapkan dari awal tahun dan sekarang sudah 80%," ujar Paulus.
Menurut dia, produk ini bisa menjadi alternatif investasi, sehingga akan menarik investor. Menurut Paulus, tanggapan pasar terhadap produk ini sangat positif. "Meskipun belum resmi, kami telah melakukan test the water ke member dan responsnya cukup positif," papar Paulus.
Dari Rp 1.000 triliun dana repatriasi yang diperkirakan akan masuk ke Indonesia, dia yakin, ada sebagian yang masuk ke industri berjangka, yakni sekitar Rp 5 triliun hingga akhir tahun ini. Menurut Paulus, masuknya dana repatriasi baru bisa dilihat pada bulan Oktober.
Kepala Bappebti Bachrul Chairi mengaku tengah menggodok aturan terkait produk untuk menampung dana tax amnesty. Targetnya, aturan ini akan diluncurkan tahun ini. "Dalam dua bulan ini diperkirakan sudah keluar," ujar Bachrul.
Nantinya, seluruh produk multilateral komoditas seperti kopi, kakao, olein dan crude palm oil (CPO) boleh menampung dana repatriasi. Selain itu, multilateral emas juga akan diperbolehkan. Namun, dana repatriasi tidak boleh untuk sistem perdagangan alternatif (SPA).
"Sedangkan untuk ICDX produk timah juga bisa berjalan untuk repatriasi, " ujar dia.
Transaksi Naik
Sementara itu, BBJ juga tengah merevitalisasi dua kontrak, yakni penyaluran amanat luar negeri serta kontrak berjangka indeks emas. "Keduanya akan diluncurkan pada Agustus dan September ini," ujar Paulus.
Pada tahun 2016, Bappebti menargetkan peningkatan transaksi multilateral sebesar 15% sampai 16% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2015, total transaksi multilateral tercatat sebesar Rp 19,3 triliun atau naik 15% dari tahun 2014.
”Kami yakin, 2016 bisa naik sampai 16%," kata Kepala Biro Perniagaan Bappebti, Pantas Lumban Batu.
Pantas menambahkan, bahwa industri perdagangan berjangka di Indonesia aman untuk investasi. Sejumlah perangkat hukum juga sudah tersedia sehingga masyarakat tak perlu khawatir dalam bertransaksi. Kementerian Perdagangan juga secara serius mengawasi transaksi perdagangan berjangka.
”Bursa berjangka masih belum optimal dimanfaatkan oleh para pelaku usaha sebagai sarana lindung nilai bagi usahanya," katanya.
Setidaknya ada tiga payung hukum dalam perdagangan berjangka, yaitu UU No. 10 Tahun 2011 Perubahan atas UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, UU No. 9 Tahun 2011 Perubahan atas UU No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, serta Keputusan Menteri Perdagangan No. 650/MPP/Kep/10/2014 tentang Pasar Lelang Forward Komoditi Agro.
Reporter Wahyu Satriani
Editor Barratut Ta