Pemerintah Kini Lebih Realistis Tatap Kondisi Ekonomi di 2017
Anggaran yang kredibel, diyakini Sri Mulyani bisa mengembalikan kepercayaan pasar.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selasa (16/8/2016) hari ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan membacakan nota keuangan Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017. Banyak yang berharap, Presiden Jokowi akan membawa kejutan dalam pidatonya kali ini.
Perlambatan ekonomi dunia serta masih stagnannya ekonomi di dalam negeri menjadi tantangan yang harus dihadapi sekaligus dijawab oleh pemerintahan Presiden Jokowi. Apalagi, Presiden juga baru saja membongkar kabinetnya yang diyakini bisa menjawab tantangan itu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan bahwa anggaran pemerintah tahun depan akan lebih kredibel. "Tunggu saja, pidato Presiden," ujar Menkeu, kemarin.
Anggaran yang kredibel, diyakini Sri Mulyani bisa mengembalikan kepercayaan pasar. Berkaca dari APBN 2016 yang menuai banyak kritik lantaran memasang target ambisius, Menkeu nampaknya menyusun anggaran 2017 lebih hati-hati.
Apalagi, jika diingat, sehari sebelum diumumkan hasil resuflle Presiden Jokowi, Sri menyebut negara berkembang menghadapi badai sempurna atau perfect storm.
Di tengah melemahnya ekonomi dan perdagangan dunia, perlambatan dan perubahan struktural ekonomi China, ekonomi dalam negeri menghadapi tantangan yang berat. Realisasi anggaran 2016 masih jauh dari harapan. Utamanya dari sisi fiskal, mendongkrak penerimaan pajak sekaligus mendorong ekonomi dari proyek infrastruktur.
Hingga 5 Agustus 2016, penerimaan negara baru 43% dari target sebesar Rp 1.786,2 triliun, yakni baru Rp 775,2 triliun. Adapun belanja negara baru nyaris 50% dari target Rp 2.082,9 triliun. Dengan postur seperti ini, dorongan ekonomi masih terasa lamban.
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan, pekerjaan rumah terbesar bagi pemerintah dalam jangka pendek adalah menyusun APBN yang realistis. "Harus melihat ekonomi sebenarnya," kata Lana.
APBN yang realistis akan membangun kepercayaan pasar dan pengusaha. "Penerimaan dan pengeluaran pajak harus realistis berdasarkan keadaan pasar," ujarnya. Apalagi tahun depan penerimaan pajak dari tax amnesty tidak akan sebesar tahun ini.
Kebijakan fiskal dan ekonomi 2017 juga harus bisa menjaga daya beli masyarakat. Dengan proyeksi harga minyak dunia naik tahun depan, dikhawatirkan ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Ini bisa memukul daya beli dan menambah kemiskinan.
"Jadi harga kebutuhan rumah tangga harus dijaga," ujarnya.
Ekonom Bank BCA David Sumual menambahkan, kebijakan pemerintah ke depan harus mendorong investasi di kisaran 7%. "Saat ini investasi tumbuh stagnan 5%," katanya, Senin (15/8).
Investasi akan menjadi penolong di tengah perlambatan ekspor dan kondisi ekonomi global. Pemerintah harus fokus mendorong ke sektor potensial yang mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja, yakni industri manufaktur, perkebunan serta perikanan.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajad berharap, paket kebijakan bisa segera dibereskan dan berjalan efektif tahun depan. Sehingga ini bisa mendorong investasi sekaligus ekonomi.
"Di tengah melemahnya ekonomi global, negosiasi perjanjian perdagangan seperti Indonesia-Uni Eropa CEPA dan TPP bisa menunjang ekspor," ujar Ade kemarin.