Pengalaman PLN di Sektor Panas Bumi Dinilai Banyak Kegagalan
Rencana PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk mengakuisisi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) ditentang berbagai kalangan
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk mengakuisisi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) ditentang berbagai kalangan.
Praktisi hukum Yogyakarta Muhammad Yusron Rusdiyono, bahkan memperingatkan PLN belum memiliki pengalam yang baik di dalam mengelola panas bumi.
Dalam catatan sejarah, Yusron mengatakan komitmen dan kinerja PLN untuk mengelola sisi upstream sangat buruk.
“Contohnya, lapangan Sarulla yang dulu dibeli PLN dari UNOCAL, ternyata hanya dijadikan barang dagangan dan dijual
melalui tender oleh PLN. Saat ini, yang mengelola lapangan tersebut Sarulla Operations Ltd,” kata Yusron, Jumat (19/8/2016).
Selain itu, lanjut Yusron, di wilayah kerja Mataloko dan Ulumbu, PLN juga ditengarai gagal melakukan pengelolaan dan sampai sekarang gagal untuk memproduksi listrik.
Demikian juga dengan wilayah kerja Tulehu, Yusron menilai PLN gagal dalam pengeboran sumur eksplorasi.
“Di sisi hilir untuk panas bumi pun, saat ini PLN juga kesulitan memperbaiki pembangkit yang dimiliki di Lahendong dan Kamojang," papar Yusron.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno memerintahkan PLN untuk mengakuisisi 50 persen saham PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha Pertamina yang mengembangkan energi panas bumi.
Rini menjelaskan, akuisisi PGE ini bertujuan supaya potensi energi panas bumi Indonesia yang mencapai 29.000 MW bisa dimaksimalkan. Pertamina handal dalam melakukan pengeboran untuk mencari sumber-sumber panas bumi, sedangkan PLN mahir membangun pembangkit dan menjual listrik.
Bila keduanya bersinergi, tentu pengembangan energi baru terbarukan di dalam negeri bisa berjalan sangat cepat. Sinergi ini didorong Rini dengan membuat PGE menjadi perusahaan yang dimiliki bersama oleh PLN dan Pertamina.