Pengamat: Proyek Mercusuar Jokowi Terkendala Mental Korup Birokrat dan Elite Politik
Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting untuk mempercepat proses pembangunan nasional.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting untuk mempercepat proses pembangunan nasional.
Direktur Indonesian Club, Gigih Guntoro, mengatakan infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi.
"Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat pisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi," ujar Gigih dalam sebuah seminar di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (25/8/2016).
Gigih yang juga pengamat kebijakan publik ini mengatakan, pembangunan sektor ini menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi selanjutnya.
"Ambisi pemerintahan Jokowi – JK dalam mendorong pembangunan Infrastruktur sektor transportasi khususnya jalan tol dan jaringan Kereta Api di seluruh wilayah merupakan proyek mercusuar sebagai jalan keluar atas ketimpangan pembangunan," kata Gigih.
Namun proyek mercusuar tersebut terancam gagal karena masih banyak birokrat dan elite politik yang bermental pragmatis.
"Praktek korup ini terjadi dari hulu hingga hilir, mulai dari pembuatan regulasi hingga operator pelaksananya nyaris bermental korup," ujarnya.
Dia juga menyoroti insiden terbakarnya kereta Kertajaya jurusan Surabaya-Jakarta di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
"Insiden ini juga menambah catatan buruk sistem transportasi di Indonesia," ucapnya.
Menurutnya, dimasa depan, Kereta Api menjadi moda transportasi andalan pilihan publik. Maka tanggung jawab negara mengelola transporasi massal seperti kereta api terus dimaksimalkan demi tercipta layanan publik yang memadai.
"Kita patut memberikan apresiasi terhadap Kementerian Perhubungan yang telah melakukan terobosan cepat, dan tepat untuk melakukan pembenahan secara besar-besaran terhadap kualitas layanan moda transportasi kereta api sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat," bebernya.
Menurutnya, perubahan besar terhadap kualitas dan kuantitas belumlah sebanding dengan kewajiban negara memberikan perhatian kepada moda transportasi Kereta Api.
Dia melanjutkan, kehadiran Negara dengan terbitnya UU No.23/2007 tentang Perkeretaapian dan Permenhub No.156/2015 tentang Pedoman Pedoman Perhitungan Biaya Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Perkeretaapian Milik Negara merupakan bentuk nyata pelayanan publik yang prima.
"Atas dasar produk hukum tersebut maka Moda Transportasi Kereta Api mendapat skema mengelola anggaran Publik Services Obligation (PSO) bidang angkutan kereta api pelayanan kelas ekonomi, dan lain sebagainya," terangnya.
"Kita memiliki tanggung jawab menaruh perhatian terhadap penyelenggaraan dana PSO dan IMO pada PT Kereta Api supaya kehadiran Negara tepat sasaran dan tepat guna kepada masyarakat pengguna tanpa mengurangi kualitas layanannya," kata dia.
Meskipun sudah berlangsung lima tahun lebih, namun kata Gigih masih terjadinya tumpang tindih berbagai peraturan Permenhub No 156/2015 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, Perpres No 83/2011 untuk pelaksanaan PSO dan IMO di PT KCJ.
"Sehingga belum tercapainya tujuan dari UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian karena tidak terdapat monitoring secara independen atas penyelenggaraan sarana dan prasarana,"pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menambahkan, terbakarnya dua gerbong Kereta Api Kertajaya di Tanjung Priok karena lemahnya prosedur dan sistem pengelolaan kereta api.
"Selain tingkat kelayakan yang juha masih kurang, adalah lemahnya sistem pengamanan yang masih buruk, sehingga menjadi momok di masyarakat," pungkasnya.