Ketua PBNU Dukung Cafe Jamu, Solusi Atasi Pengangguran
Jamu mempunyai sejarah yang panjang, baik sebagai warisan budaya maupun terutama dari kegiatan ekonomi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jamu mempunyai sejarah yang panjang, baik sebagai warisan budaya maupun terutama dari kegiatan ekonomi.
Sebagai warisan budaya, jamu diwariskan dari nenek moyang untuk menjaga kesehatan dan bahkan mengobati beberapa penyakit. Ini dilakukan dalam keluarga, sampai kemudian dijajakan melalui jamu gendongan yang dijajakan dengan berkeliling. Sampai kemudian disajikan melalui para penyeduh di tepi jalan.
Namun kemudian perkembangannya tidak begitu menguntungkan, karena jamu diseduh dengan campuran anggur atau oplosan dengan kadar alkohol tinggi. Resiko dari cara ini para penyeduh akan berurusan dengan petugas keamanan, terutama karena dimungkinkan berkumpulnya para pemabuk.
Situasi demikian membuat perkembangan jamu dijauhi masyarakat.
Kini, di saat citra jamu terganggu muncul terobosan baru yang bisa mengembalikan pamor jamu itu sendiri, sekaligus membuka peluang usaha bagi banyak orang dan mudah dilakukan.
Kondisi ini membuat sejumlah tokoh angkat bicara.
Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj dan pengusaha jamu yang juga Bos SidoMuncul Sofyan Hidayat merasakan keprihatinan yang mendalam terkait fakta di lapangan. Keduanya mengaku prihatin dengan makin tidak berminatnya orang untuk berjualan jamu.
Bahkan Kyai Said yang asli Palimanan Cirebon justru tidak menyangka orang-orang Cirebon yang mendominasi berjualan jamu seduhan di seantero Jabotabek kini menghilang.
Di sela-sela silaturahmi kunjungan ke Kantor PBNU pekan lalu, Sofyan Hidayat mengungkapkan dampak psikologis yang lebih besar dirasakan masyarakat adalah sikap ketidakpercayaan kepada jamu yang semestinya merupakan warisan budaya leluhur justru kian tidak dipercaya bangsanya sendiri.
Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut tanpa ada keberpihakan dari pihak-pihak dan upaya terobosan yang signifikan, bukan tidak mungkin suatu saat jamu justru diklaim negara lain sebaga warisan budaya mereka.
Sofyan Hidayat menegaskan bahwa SidoMuncul sebagai pemimpin pasar jamu nasional dan menghasilkan produk herbal terpercaya sudah tentu merasa peduli dan harus cepat merespon keadaan seperti ini.
Menurut Sofyan, tanggung jawab moral dan aksi konkretnya adalah dengan terobosan membuat Café Jamu yang bisa dilakukan bukan saja oleh penyeduh jamu yang sudah lama mereka geluti tetapi juga seluruh lapisan masyarakat bisa melakukan usaha yang diyakini sebagai pembuka lapangan kerja baru tersebut.
“Café Jamu juga sebagai solusi mengubah citra jamu lebih keren, menyegarkan, enak, dan tetap berkhasiat,” ujarnya.
Apalagi saat bonus demografi terjadi, saat usia muda WNI mendominasi jumlah penduduk Indonesia, jamu harusnya bisa diterima dan dikonsumsi generasi saat ini dan generasi yang akan datang,” ujar putra kedua pasangan Yahya Hidayat sebagai penerus dan pengelola SidoMuncul. Kini perusahaan jamu terbesar ini dikelola generasi ketiga SidoMuncul Sofyan Hidayat sebagai Direktur Utama.
Sofyan menegaskan bahwa Café Jamu nantinya sebagai salah satu jalan keluar atasi pengangguran di saat Negara kesulitan menghadapi dampak ekonomi dunia, karena menawarkan peluang usaha baru yang lebih prospektif dan menjanjikan yakni dengan modal kecil tetapi mendapatkan keuntungan yang cukup besar.
“Café jamu ini membuka lapangan kerja baru yang menjanjikan,” jelasnya. Sebagai gambaran untuk membuat Cafe Jamu, masyarakat hanya perlu investasi sekitar 750 ribu rupiah dengan omset bisa mencapai minimal Rp 12 juta per bulan dan keuntungan bersih Rp 6 juta per bulan.
Lapangan Kerja Baru
Dirut Muncul Mekar sebagai distribusi tunggal seluruh produk SidoMuncul ini sebelumnya berkunjung ke Kantor PBNU dan disambut baik oleh beberapa Pengurus PBNU dan dilanjutkan kunjungan balasan ke Sentra Jamu Indonesia di Jalan Arteri Kelapa Dua, Nomor 27, bilangan Kebun Jeruk,Jakarta
Ketua PBNU didampingi Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini dan rombongan pengurus PBNU merespon niat baik Sofyan Hidayat mengangkat harkat dan martabat penjual jamu seduh yang berada di akar rumput. Ketua PBNU Kyai Said Aqil Siroj mendukung pengembangan Cafe Jamu ini. Niat baik untuk rakyat kecil ini, kata Kyai Said, insya Allah akan diberkahi Tuhan.
Ditambahkan Said, dirinya mengajak warga Cirebon untuk mempertahankan profesinya sebagai penjual jamu. Menurutnya, keuntungan materi ada dan keuntungan nonmateri juga ada yaitu, dalam rangka mempertahankan warisan leluhur dan budaya. Meski banyak penjual jamu dari Cirebon yang pulang kampung, namun diharapkan dengan adanya Cafe Jamu ini dapat membantu perekonomian masyarakat kecil dengan membuka usaha mereka kembali.