Kenaikan Tarif Cukai Eksesif Diprediksi Bakal Membebani Industri
Pemerintah bersama DPR saat ini sedang mengkaji target dan tarif kenaikan cukai tembakau.
Penulis: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah bersama DPR saat ini sedang mengkaji target dan tarif kenaikan cukai tembakau.
Penerimaan negara untuk APBN 2017 dianggap banyak bergantung pada penerimaan dari sektor tersebut.
Menanggapi hal ini, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie meminta pemerintah untuk tidak eksesif dalam menaikkan tarif penerimaan cukai rokok. Pasalnya, volume industri terus menurun sejak dua tahun lalu.
"Sampai Agustus tahun ini, volume produksi masih belum stabil dan bisa dibilang lebih kecil dibanding tahun lalu," tuturnya.
Moeftie khawatir, bila tarif penerimaan cukai tetap tinggi, bisa-bisa produksinya akan semakin anjlok. "Dan ini tentu berdampak terhadap industri," katanya.
Setali tiga uang dengan Moeftie, Sekretaris Jenderal Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) Suharjo menyoroti rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai Hasil Tembakau (PPN HT) sebesar 10 persen.
"Kenaikan seharusnya dilakukan secara bertahap dari tahun ke tahun, bukan tiba-tiba menjadi 10 persen," katanya.
Seperti yang telah disepakati sebelumnya antara Kementerian Keuangan dengan industri, kenaikan PPN HT dilakukan bertahap dari tahun ke tahun, mulai dari 8,7 persen menjadi 8,9 persen di tahun 2017.
"Lalu di tahun berikutnya naik menjadi 9,1 persen hingga terus naik di 2019," papar Suharjo.
Rencana kenaikan yang tiba-tiba ini menurut Suharjo merupakan langkah panik pemerintah untuk menutupi kekurangan pemasukan.
"Bila dipaksakan industri akan terkena imbasnya. Mulai dari serapan tembakau yang berkurang hingga produksi yang menurun. Efek domino dari kenaikan ini akan memperparah kondisi industri," ujarnya.
Amir Uskara, Anggota Banggar DPR dari Fraksi PPP mengatakan, kenaikan cukai memang seharusnya tidak lebih dari inflasi karena akan berdampak pada industri.
Saat ini kata Amir, DPR sedang merumuskan tarif cukai dengan kenaikan maksimal di 6 persen. Bila lebih dari itu maka industri akan kena dampaknya.
"Dalam kenaikan cukai ini pemerintah juga harus memikirkan kelangsungan industri, karena banyak unsur terkait yang harus dilindungi dalam industri ini, seperti buruh yang bekerja di industri ini yang jumlahnya cukup banyak. Jadi harus mempertimbangkan berbagai aspek dalam penentuan tarif cukai. Jangan sampai melebihi daya beli masyarakat," katanya.
Menurut Amir pemerintah saat ini belum melakukan ekstensifikasi target cukai. Sehingga lagi-lagi cukai tembakau yang dinaikan.
"Sebaiknya pemerintah harus segera memikirkan ekstensifikasi target cukai agar lebih beragam," katanya.
Perlu diingat kalau industri tembakau merupakan penyumbang terbesar kedua untuk pendapatan negara di bawah penerimaan pajak.
"Sehingga industri harus dilindungi," ujarnya.
Anna Muawanah anggota DPR Komisi XI mengatakan, kenaikan target penerimaan tarif cukai untuk industri hasil tembakau (IHT) sekitar di atas 6 persen dianggap kurang tepat.
Menurutnya, selain nilai itu akan lebih tinggi dari inflasi, pemerintah seharusnya mencari jalan keluar lain.
Ada dua hal yang harus dilakukan pemerintah ketimbang menaikan penerimaan tarif cukai. Pertama harus dilakukan intensifikasi, yakni menambah jumlah produksi dari industri rokok.
"Dengan demikian mereka akan membayar cukai lebih banyak," katanya kepada wartawan.
Selanjutnya, kata Anna, pemerintah bisa melakukan ekstensifikasi, yakni penambahan objek cukai. Seperti yang kita ketahui objek cukai di Indonesia masih sedikit.
"Dengan adanya penambahan objek cukai maka penerimaan akan lebih tinggi," jelasnya.