Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pemerintah Dinilai Belum Sepenuhnya Melaksanakan Kedaulatan Energi

Kenyataan saat ini bahwa perusahaan eksplorasi migas yang ada saat ini lebih didominasi perusahaan-perusahaan asing.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pemerintah Dinilai Belum Sepenuhnya Melaksanakan Kedaulatan Energi
TRIBUN/HO
Petugas bekerja di area pengolahan migas di Gresik, Kamis (29/9/2016). Pemerintah dinilai belum sepenuhnya melaksanakan kedaulatan energi sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Migas). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dinilai belum sepenuhnya melaksanakan kedaulatan energi sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Migas).

Kenyataan saat ini bahwa perusahaan eksplorasi migas yang ada saat ini lebih didominasi perusahaan-perusahaan asing.

Pendapat ini mengemuka dalam diskusi publik bertajuk “Mewujudkan Kedaulatan Energi Nasional Penguatan Peran Negara Berdaulat” yang diselenggarakan FISIP Universitas Nasional (Unas) di Jakarta, Jumat (30/9/2016).

Diskusi ini menghadirkan Dekan Fakultas Tehnik Komunikasi dan Informasi (FTKI) Unas Dr. Ucuk Darusalam, Wakil Rektor Unas Prof. Dr Iskandar Fitri , dan Dradjat H. Djukahdi dari Sucofindo.

Dekan FTKI Unas Ucuk Darusalam mengatakan, kedaulatan energi nasional merupakan syarat mutlak untuk menuju negara yang maju sebagaimana amanat UUD 1945.

“Indonesia tidak akan pernah selama-lamanya menjadi negara maju dan modern selama masih menerapkan tata kelola energi yang tidak membawa manfaat signifikan bagi kemajuan bangsa,” ujarnya.

Menurut Ucuk, ketergantungan pada pengelolaan energi nasional dengan investasi asing dalam area minyak, gas, dan mineral serta kurang berperannya SKK Migas sebagai wakil resmi negara untuk mewujudkan kedaulatan energi nasional, memberikan dampak lemahnya fungsi negara dalam tata kelola energi nasional.

Berita Rekomendasi

“Hal tersebut sangat kontradiktif dengan maksud UUD 1945 bahwa peran negara dalam penguasaan kekayaan alam mewajibkan penyelenggara negara untuk menguasai sepenuhnya, baik dari sisi teritorial, regulasi, kegiatan hulu dan hilir,” katanya.

Sementara itu Senior Marketing Sucofindo Dradjat H. Djukahdi menyoroti penurunan produksi migas Indonesia, yang kini rata-rata sebesar 783.000 barel per hari, sehingga angka impor migas masih berkisar pada 350.000 – 500.000 barel per hari.

Penurunan produksi migas itu, menurut Dradjat, tidak hanya diakibatkan oleh penurunan aktif pemboran sebagai dampak penurunan harga minyak, namun juga oleh semakin tuanya lapangan migas yang ada. Dradjat menyoroti rendahnya aktivitas survey seismic yang menjadi salah satu penyebab rendahnya proven reserve.

“Berdasarkan data SKK Migas sampai paruh pertama tahun ini, aktivitas survey seismic baru mencakup dua kegiatan. Padahal dalam dokumen rencana kerja KKKS, ditargetkan mencapai 33 kegiatan. Survey non seismic juga terpuruk dari rencana sebesar 13 kegiatan, realisasinya hanya 4 kegiatan,” tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas