SPBU Milik Shell dan Total Tak Bisa Laksanakan Perintah Jokowi
Perintah Presiden Jokowi untuk membuat BBM satu harga adalah hanya untuk jenis BBM penugasan dan BBM subsidi dalam hal ini solar dan premium
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang dimiliki dan dikelola asing yakni Shell dan Total tidak dapat menjalankan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penyeragaman harga bahan bakar minyak (BBM) di setiap daerah.
Hal tersebut mengingat, BBM yang dijual dua SPBU asing tersebut bukanlah jenis BBM penugasan seperti premium atau solar bersubsidi.
"Tidak bisa, SPBU asing tidak menjual BBM penugasan," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), IGN Wiratmaja Puja saat menggelar diskusi di Ruang Wijarso, Gedung Migas, Jakarta, Senin (23/10).
Wiratmaja mengatakan, yang bisa menerapkan harga BBM satu harga sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran BBM yang terdiri dari jenis BBM tertentu, BBM penugasan, dan BBM umum adalah PT Pertamina (Persero).
BBM tertentu dalam hal ini adalah minyak tanah (kerosene) dan minyak solar, BBM penugasan adalah premium yang berkadar research octane number (RON) 88, dan BBM umum yang terdiri atas seluruh jenis BBM di luar dua jenis BBM tersebut.
Selain menjual BBM jenis umum dan jenis tertentu, Pertamina selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor migas diberi mandat untuk menjual BBM jenis penugasan dalam hal ini premium.
Sementara, SPBU asing tidak ada keharusan untuk menjual jenis BBM tersebut.
"Kalau dilihat dari regulasi akhir 2014 itu sudah diberikan ke Pertamina dengan harga yang sama untuk seluruh Indonesia. Itu dasar hukumnya sudah ada," terang Wiratmaja.
Wiratmaja menambahkan, perintah Presiden Jokowi untuk membuat BBM satu harga adalah hanya untuk jenis BBM penugasan dan BBM subsidi dalam hal ini solar dan premium.
Oleh karena itu, SPBU asing tidak bisa ikut menyesuaikan harga seperti Pertamina karena tidak menjual premium ataupun solar bersubsidi.
"Asing tidak menjual penugasan dan tidak menjual yang subsidi. Asing itu belum kena perpres itu," tandas Wiratmaja. (Iwan Supriyatna)