Pertamina Utamakan Produk Lokal untuk Pasok Kebutuhan Proyek Kilang Balikpapan
Kilang Balikpapan merupakan proyek revitalisasi pertama yang dijalankan. Pertamina membagi dalam dua tahap pembangunan.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menargetkan pengadaan long lead item (LLI) untuk proyek revitalisasi Kilang Balikpapan, Kalimantan Timur bisa terealisasi sebelum proses konstruksi yang dimulai awal 2017.
Wianda Pusponegero, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), mengatakan pengadaan LLI telah dimulai sejak Oktober 2016 dan harus siap pada pertengahan tahun depan.
“Proses pengadaan telah dimulai Oktober lalu, disusul engineer procurement construction. Dengan begitu, tahap awal proyek Kilang Balikpapan bisa tuntas pada Juni 2019,” kata Wianda di Jakarta, Jumat (4/11/2016).
Menurut Wianda, ada beberapa item LLI dari masing-masing unit yang ditender oleh Pertamina untuk proyek revitalisasi kilang Balikpapan.
Untuk Naphta Hydrotreating (NHT), unit LLI yang ditender antara lain direct fire heater, reactor, dan centrifugal compressor.
Sementara untuk unit Catalytic Reformer(CCR), item yang ditender antara lain direct fire heater, reactor, combined feed exchanger, dan centrifugal compresor.
“Sedangkan untuk unit Kerosene Hydrotreating (KHT), pengadaannya antara lain direct fire heater, reactor, dan centrifugal compressor,” ujarnya.
Proyek revitaliasi Kilang Balikpapan merupakan salah satu dari empat kilang yang masuk dalam Refinery Development Master Plan (RDMP) yang tengah dijalankan Pertamina.
Tiga kilang lainnya adalah Kilang Dumai, Cilacap, dan Balongan. Sementara itu, Kilang Plaju Sungai Gerong akan menjadi proyek selanjutnya.
Kilang Balikpapan merupakan proyek revitalisasi pertama yang dijalankan. Pertamina membagi dalam dua tahap pembangunan.
Untuk tahap pertama, investasi yang dibutuhkan mencapai 2,4 miliar –2,6 miliar dolar AS. Sementara untuk tahap kedua, investasi sekitar 2 miliar-2,2 miliar dolar AS.
Proyek RDMP Balikpapan sebelumnya akan dikerjakan bersama perusahaan Jepang, JX Nippon. Karena belum mencapai kemajuan yang diharapkan, Pertamina akhirnya mengerjakannya sendiri.
Menurut Wianda, Pertamina sebenarnya menginginkan produk-produk lokal untuk bisa memenuhi kebutuhan proyek Kilang Balikpapan. Namun, ada beberapa item yang memerlukan spesifikasi lebih yang harus dipenuhi dari luar negeri.
“Mostly, untuk pipa-pipa sudah dari dalam negeri,” tegas dia.
Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional, mengatakan penggunaan produk dalam negeri merupakan salah satu dari tiga faktor yang harus menjadi pertimbangan dalam pembangunan proyek kilang.
“Pembangunan kilang harus mempertimbangkan tiga hal, yakni penggunaan teknologi terbaru, bersahabat dengan lingkungan, menggunakan produk dalam negeri (local content),” kata dia.
Menurut Syamsir, signifikansi pembangunan kilang adalah mengurangi ketergantungan bahan bakar minyak (BBM) impor dan sekaligus meningkatkan ketahanan energi nasional.
Akselerasi pembangunan kilang yang dilakukan Pertamina akan berdampak positif bagi pengurangan ketergantungan BBM impor dan meningkatkan ketahanan energi nasional.
“Dalam RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) dinyatakan pengurangan impor BBM secara bertahap dan meningkatan kapasitas terpasang kilang minyak menjadi lebih dari dua kali lipat dari sekitar 1,167 ribu barel per hari (bph) pada 2015 menjadi 2,461 bph pada tahun 2025. Selain itu ada RDMP (Refinery Development Masterplan Program) dengan peningkatan kapasitas empat kilang Pertamina dengan kapasitas 438 ribu bph,” ujar Syamsir.
Pertamina sebelumnya menargetkan revitalisasi Kilang Balikpapan tahap pertama bisa terealisasi akhir 2019.
Namun, seiring langkah Pertamina yang mengubah tahap-tahap pembangunan kilang, penuntasan revitalisasi Kilang Balikpapan diproyeksikan bisa dipercepat enam bulan menjadi Juni 2019.
Seiring tuntasnya proyek tahap pertama, kapasitas kilang pengolahan minyak mentah Pertamina akan mulai bertambah sebesar 100 ribu barel per hari (bph) pada akhir 2019.
Kilang Balikpapan yang saat ini memiliki kapasitas produksi 260 ribu barel per hari (bph) menjadi 360 ribu bph pada Juni 2019.