Perajin Tenun Songket di Lombok Tengah Siap Rambah Fesyen
Sehingga, pasar untuk produk-produk kreatif dari perajin lokal sangat terbuka lebar. Salah satunya adalah tenun songket.
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, LOMBOK TENGAH – Para perajin tenun songket di Kabupaten Lombok Tengah bersiap merambah ke bisnis fesyen guna menjawab perkembangan pasar, serta memberi nilai tambah atas produk yang dibuatnya.
Hal itu dilakukan setelah para perajin mengikuti pembinaan dan pendampingan yang dilakukan oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) selama tiga bulan, yakni mulai September hingga November 2016. Hal ini dilakukan dalam rangka pembentukan Ekosistem Desa Kreatif.
Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari mengatakan banyak wisatawan yang belakangan ini memilih wilayah Lombok Tengah sebagai tujuan wisata. Sehingga, pasar untuk produk-produk kreatif dari perajin lokal sangat terbuka lebar. Salah satunya adalah tenun songket.
“Sebagai sentra tenun songket, Lombok Tengah harus mampu menangkap peluang yang ada. Tak hanya kain tenun, para perajin harus bisa membuat baju. Jika para perajin bisa mendesain dan memproduksi baju dari kain tenun, prospek bisnis kain tenun akan semakin meningkat,” ujarnya dalam penutupan workshop untuk para perajin tenun songket, Kamis (17/11/2016).
Workshop diikuti oleh 50 perajin tenun songket yang berasal dari Dusun Matek Maling, Desa Ganti, Dusun Wadek, dan Desa Ternak Rarang. Materi yang diajarkan meliputi pembuatan motif baru, pewarnaan alami, hingga membuat desain baju dengan bahan kain tenun.
Selama ini, para perajin tersebut hanya bisa membuat motif-motif klasik pada kain tenunnya, dan tidak ada keberanian untuk melakukan inovasi. Selain itu, tenun songket yang dibuat para perajin hanya berakhir sebagai lembaran kain sarung dan tidak dikembangkan menjadi produk yang memiliki nilai tambah, seperti baju, dan sebagainya.
Salah seorang perajin mengaku senang dengan kegiatan workshop yang digelar selama tiga bulan ini. Selain mendapatkan pemahaman membuat motif dan desain, pelatihan ini juga bisa menggali khasanah lokal yang selama ini terpinggirkan, yakni pewarnaan alam untuk kain tenun.
“Dulu ada pewarnaan alami, namun sekarang sudah ditinggalkan. Melalui pelatihan ini kami bisa mendapatkan pengetahuan yang sebenarnya sudah ada di sini tapi tidak pernah dipakai,” kata seorang peserta.
Peserta lain berharap agar Bekraf bisa melanjutkan programnya untuk membina para perajin tenun songket.
Direktur Fasilitasi Infrastruktur Fisik Bekraf Selliane Halia Ishak menyatakan gembira dengan perkembangan yang telah dicapai oleh perajin tenun setelah mengikuti workshop. Hal itu terbukti dari banyak motif yang telah dibuat oleh para peserta di akhir pelatihan.
“Saya bangga dengan ibu-ibu yang telah mengikuti pelatihan di sini. Diharapkan nanti bisa mengembangkan ke fesyen, seperti membuat baju, celana, rompi, yang terbuat dari tenun songket. Nanti para perajin akan terus dibina,” kata Selliane.
Dalam kegiatan pembinaan ini, Bekraf menggandeng desainer papan atas, yaitu Denny Khosuma .
Denny Khosuma, yang juga jebolan Vecoles Des Beaux Arts, Angers Perancis mengatakan ada dua motif klasik yang selama ini sering dikerjakan oleh para perajin tenun di wilayah ini. Akan tetapi, dua motif tersebut belum pernah sekalipun dicoba untuk dipadukan.
“Dalam workshop ini akhirnya berhasil dilakukan perpaduan dua motif klasik. Yang penting, para perajin tetap tekun untuk mempraktikkan apa yang telah diajarkan selama pelatihan ini,” kata Denny.
Pelatihan dan pendampingan para perajin tenun songket ini dilakukan dalam rangka pembentukan Ekosistem Desa Kreatif. Hal ini dimaksudkan untuk mengenali potensi unggulan dari sebuah wilayah dengan berupaya untuk mengetahui empat rantai nilai ekonomi kreatif, serta empat pihak yang terlibat yakni akademisi, bisnis, komunitas dan pemerintah.
Program fasilitasi pembentukan Ekosistem Desa Kreatif memiliki tujuan besar, yaitu; peningkatan PDRB, peningkatan jumlah tenaga kerja terampil, serta pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal.