Pengembangan Ekonomi Digital Butuh Kolaborasi Semua Pihak
Salah satu tantangan perekonomian Indonesia ke depan adalah bagaimana mengembangkan pelaku sektor ekonomi digital,
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Salah satu tantangan perekonomian Indonesia ke depan adalah bagaimana mengembangkan pelaku sektor ekonomi digital, atau perdagangan elektronik (e-commerce) yang akan menjadi motor perekonomian dunia.
Diperkirakan, pada 2020 mendatang potensi pasar perdagangan elektronik di Indonesia bisa mencapai 130 miliar dolar AS, yang jika pelaku di Indonesia tidak siap maka peluang usaha yang muncul akan dimanfaatkan oleh pihak asing.
Untuk itu, setiap pemangku kepentingan baik di instansi pemerintah, sektor swasta termasuk dunia pendidikan dan NGO harus bisa berkolaborasi membangun ekosistem yang kondusif munculnya pelaku-pelaku ekonomi digital yang kuat di Indonesia.
Hal itu mengemuka dalam APINDO-UID Leaders Dialogue Tsinghua Shouth East Asia: Investing in Talent and Innovation, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Selain sejumlah anggota Asosiasi Perusahaan Indonesia (APINDO), United in Diversity atau Yayasan Upaya Indonesia Damai, President dan Vice President Tsinghua University Qiu Yong, dialog ini juga dihadiri sejumlah pejabat dari Badan Ekonomi Kreatif (Barekraf), Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Rektor Universitas Indonesia dan mantan menteri pendidikan Malaysia.
Dalam dialog tersebut terungkap, kunci untuk membangun e-commerce adalah tersedianya pelaku yang inovatif di bidang IT dan science.
Bahkan, kemampuan sumber daya manusia di bidang IT dan science ini telah menjadi salah satu persyaratan di bidang ekonomi lainnya, termasuk di sektor industri manufaktur.
“Semua sektor ekonomi kini membutuhkan IT dan science, termasuk industri manufaktur. Melalui peningkatan kemampuan IT dan science diharapkan lahir berbagai inovasi untuk membangun daya saing. Karena itu, investasi untuk meningkatkan inovasi melalui peningkatan kompetensi SDM ini sangatlah penting bagi Indonesia saat ini,” kata Cherie Nursalim, co-founder UID.
Dirjen Pengembangan Riset Kemenristekdikti, Muhamad Dimyati sebagai salah satu pembicara dan dialog tersebut mengakui, Indonesia memang masih sangat perlu meningkatkan kemampuan SDM di bidang IT dan science karena saat ini minat mahasiswa bidang ini masih tergolong rendah.
Malah sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia saat ini masih tergolong sebagai teaching university, belum mengedepankan fungsi sebagai research dan entrepennuer university.
“Kita perlu terus mendorong agar perguruan tinggi lebih mengedepankan fungsinya sebagai research dan entrepennuer university melalui pengembangan science,” katanya.
Mantan Menteri Pendidikan Malaysia, Fong Chan Onn mengatakan, sejak 1995 lalu Malaysia sudah mulai mengarahkan pendidikan tinggi dan mahasiswanya untuk lebih mengedepankan IT dan science.
Langkah ini antara lain dengan membuka kerjasama dengan perguruan tinggi luar negeri. Kini sekitar 70 persen mahasiswa Malaysia, termasuk yang belajar di luar negeri mengambil jurusan science, engeneering dan IT.
Ini berbeda dengan di Indonesia di mana sebagian besar dari mahasiswanya memillih jurusan politik dan hukum.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.