Megaproyek Terminal Gas Terpadu di Bojonegara Amankan Pasokan Gas di Jawa Barat
"Yang penting, sekarang tinggal diawasi saja bagaimana kerjasama bisnisnya, apakah berjalan transparan dan terbuka. Pertamina jangan sampai dirugikan"
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kerjasama antara PT Pertamina (Persero) dengan PT Bumi Sarana Migas (BSM) di megaproyek terminal energi terpadu di Bojonegara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten diharapkan bisa mengatasi defisit pasokan gas di wilayah Pulau Jawa bagian barat, seiring dengan terus meningkatnya kebutuhan gas di kawasan ini.
Direktur Eksekutif 98 Institute Sayed Junaidi Rizaldi berpendapat, proyek bernilai Rp 10 triliun itu meningkatkan kemampuan Indonesia mengamankan suplai pasokan gas di dalam negeri, khususnya untuk Jawa bagian barat.
"Yang penting, sekarang tinggal diawasi saja bagaimana kerjasama bisnisnya, apakah berjalan transparan dan terbuka. Pertamina sebagai BUMN juga jangan sampai dirugikan," kata Sayed dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (24/11/2016).
Data Pertamina menyebutkan, wilayah Jawa Barat menghadapi defisit pasokan gas sebesar 315 MMscfd pada 2015.
Defisit ini diperkirakan akan terus meningkat hingga tiga kali lipat menjadi 962 MMscfd pada 2025 mendatang.
Mengantisipasi hal ini, PT Pertamina (Persero) dan PT Bumi Sarana Migas kemudian menjalin kerjasama megaproyek terminal energi terpadu di Bojonegara, Serang, Banten, dengan melibatkan partner Tokyo Gas dan Mitsui.
Sayed menyatakan, penunjukan Pertamina sebagai satu-satunya pembeli (offtaker) produk kilang tersebut membuat posisi Pertamina punya peran penting dalam suplai gas (LNG) di masa datang.
Dia juga berharap Pertamina bisa menjadi operator di megaproyek pembangunan kilang energi terpadu tersebut lantaran BUMN migas ini sangat berpengalaman mengelola kilang.
"Semua kilang skala besar di republik dioperatori oleh Pertamina," katanya.
Juru bicara Pertamina Wianda Pusponegoro sebelumnya menyatakan, Pertamina siap menjadi offtaker di megaproyek tersebut asal Pertamina diikutsertakan di kepemilikan saham.
Di kawasan terminal energi terpadu tersebut akan beroperasi terminal penerima LNG dan regasifikasi, kilang minyak baru dan PLTGU berkapasitas 1.000 MW hingga 2.000 MW.
Seluruh proyek ini dibangun di luar peta perencanaan Pertamina atau di luar program Refinery Development Master Plan (RDMP) bagi empat kilang existing dan dua kilang Grass Root Refinery (GRR) baru.
Pembangunan PLTGU di dalam kompleks tersebut juga di luar Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) milik PT PLN (Persero) dari tahun 2016 hingga 2025.
Megaproyek ini diharapkan bisa beroperasi pada 2020, di mana fasilitas terminal penerima LNG bisa berjalan terlebih dahulu.
Pada tahap pertama, kapasitas terminal LNG akan sebesar 500 MMscfd. Namun, kapasitasnya akan diperbesar menjadi 1.000 MMscfd di tahap kedua.
Secara nasional, Indonesia diprediksi mengalami defisit gas sebesar 1.013 MMscfd pada 2015. Defisit ini akan meningkat menjadi 3.206 MMscfd pada 2025.