Pengadilan Tinggi Eropa Akan Tentukan Masa Depan Bisnis Uber Pekan Ini
Layanan Uber terus menuai protes dari sejumlah otoritas negara anggota Uni Eropa.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, BRUSSELS- Masa depan bisnis Uber bakal ditentukan pekan ini. Selasa (29/11/2016), Uber bakal berusaha mati-matian untuk meyakinkan pengadilan tinggi Eropa bahwa dirinya merupakan perusahaan layanan digital, bukan perusahaan transportasi.
Keputusan pengadilan tinggi Eropa tentang definisi bisnis Uber bakal berdampak besar di masa depan.
"Jika dianggap perusahaan transportasi, layanan Uber wajib mengikuti aturan perusahaan transportasi Eropa," tulis Reuters, akhir pekan kemarin.
Sejatinya, Komisi Eropa tengah mendongkrak pertumbuhan bisnis e-commerce. Pasalnya, bisnis perdagangan online di Uni Eropa tertinggal dari kawasan Asia dan Amerika Serikat (AS).
Faktor ini menjadi peluang bagi Uber untuk meyakinkan otoritas Eropa sebagai perusahaan penyedia aplikasi digital yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
Namun, layanan Uber terus menuai protes dari sejumlah otoritas negara anggota Uni Eropa.
Awalnya, perusahaan taksi konvensional di Barcelona, Spanyol menuntut Uber dengan tuduhan menjalankan layanan taksi ilegal pada 2014.
Pengadilan Spanyol kemudian membawa kasus ini ke tingkat pengadilan tinggi UE. Spanyol, Prancis dan Irlandia menyatakan, Uber adalah perusahaan transportasi.
Sementara, Belanda, markas pusat Uber di Eropa, bersama Finlandia, Polandia, Yunani dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) telah memasukkan pengamatan tertulis yang mendukung Uber sebagai aplikasi digital.
Sikap pengadilan UE bakal menentukan ekspansi bisnis Uber. Kendati popularitasnya terus menanjak, Uber masih belum sanggup membukukan laba.
Sebagai gambaran, selama Januari-Juni 2016, Uber masih mencetak kerugian US$ 1,27 miliar.
Pada setahun penuh di 2015, perusahaan asal Los Angeles ini merugi sekitar US$ 2 miliar. Subsidi bagi pengemudi Uber merupakan penyebab kerugian.
Memasuki semester II 2016, diperkirakan kerugian Uber akan menurun.
Apalagi pada Juli 2016, Uber telah bersepakat untuk merger dengan Didi Chuxing yang siap memberikan 17,5% sahamnya jika Uber hengkang dari China.
Inovasi terbaru, lewat armada Uber Ford Fusion, Uber meluncurkan layanan mobil tanpa sopir (self driving).
Reporter: Dessy Rosalina