Lantaran Takut dan Bingung, Pengusaha UMKM Cenderung Enggan Ikut Amnesti Pajak
“Saat ini kita baru bertemu dengan konsultan pajak. Setelah itu, secepatnya kami akan lapor pajak”
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Sebulan sebelum berakhir, minat pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam program amnesti pajak periode kedua belum terlihat antusias.
Sebagian masih menunggu menjelang periode habis, tapi ada juga yang masih bingung.
Fransiscus Ricky, pemilik Froz Banana mengaku tengah mengurus syarat keikutsertaan amnesti pajak.
“Saat ini kita baru bertemu dengan konsultan pajak. Setelah itu, secepatnya kami akan lapor pajak,” ungkapnya.
Ricky menambahkan, amnesti pajak ini bagus buat pelaku usaha. Hanya, mereka tak terbiasa dengan administrasi pajak yang banyak.
Dalam setahun Froz Banana membukukan omzet hingga Rp 350 juta. Jeremia Mario Christoforus, pemilik Banana Signature asal Solo malah belum berpikir ikut amnesti pajak. Ia bahkan belum mendaftarkan usahanya.
“Saya belum registrasi, baru modal nekat saja membangun usaha,” katanya.
Meski belum mendaftarkan usahanya, Mario tengah mengurus surat-surat untuk amnesti pajak properti sebelum periode kedua berakhir di akhir Desember 2016.
“Yang jelas di Desember sudah harus selesai. Kalau lewat, bisa lebih besar pajaknya,” ujarnya.
Data Dirjen Pajak hingga akhir November 2016 menunjukkan, baru 123.643 pelaku UMKM mengikuti amnesti pajak.
Jumlah ini memang naik dibanding periode I yang sebanyak 75.000 peserta UMKM. Nilai tebusan wajib pajak badan UMKM dari sektor ini Rp 245 miliar dan WP orang pribadi Rp 3,84 triliun.
Ani Natalia, Kasubdit Humas Ditjen Pajak menyebutkan, sosialisasi yang kurang menjadi penyebab minat pelaku UMKM rendah.
"Pelaku UMKM ini sangat banyak dan mereka cenderung takut melaporkan pajaknya," jelasnya.
Apalagi, tarif tebusan amnesti pajak dari periode I hingga III bagi UMKM flat, sehingga pelaku UMKM memilih untuk menunda menebus pajaknya.
Sesuai aturan, tarif tebusan UMKM yakni 0,5% jika harga yang diungkap maksimal Rp 10 miliar dan sebesar 2% jika total harta lebih dari Rp 10 miliar.
Reporter: Elisabeth Adventa/Jane Aprilyani/ Klaudia Rani