Menengok Masa Lalu dan Rencana Mendatang, Inikah yang Akan Menghilang dari Rupiah?
Selain stabilitas ekonomi, ujar dia, kondisi politik yang stabil dan efektivitas sosialisasi akan jadi penentunya.
Editor: Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM - Setidaknya sejak enam tahun lalu, sebuah rencana besar mencuat soal penyederhanaan penulisan nominal rupiah.
Apa yang menanti dari rencana tersebut?
Bayangkan, gaji bulanan Anda—katakanlah sekarang di kisaran Rp 10 juta—kehilangan tiga nol terakhir di penulisannya.
Betul, akan tertinggal tulisan Rp 10.000 saja jadinya.
Sempat timbul tenggelam lalu menghilang bersama waktu dan gonjang-ganjing perekonomian dunia, kemungkinan seperti itu muncul dan menghangat lagi di perempat terakhir tahun ini.
"(Rencana penyederhanaan penulisan itu) jadi. Masuk Prolegnas 2017," ujar Deputi Gubernur BI Ronald Waas, seperti dikutip Kompas.com, Senin (19/9/2016).
Tak perlu panik, selama kondisi tersebut terkait dengan redenominasi.
Kata yang susah dieja ini adalah bahasa teknis untuk penyederhanaan tulisan nominal itu.
Ronald tak dapat memastikan redenominasi akan berlaku di Indonesia.
Selain stabilitas ekonomi, ujar dia, kondisi politik yang stabil dan efektivitas sosialisasi akan jadi penentunya.
Melawan trauma
Penyederhanaan penulisan nominal rupiah tidak mengubah nilai dari besaran uang itu. Hal ini jauh berbeda dengan "trauma" lama rupiah pada era 1950-an dan 1960-an.
Pada 1952, sejarah mencatat kebijakan pemotongan nilai mata uang yang dikenal dengan sebutan gunting Syafruddin.
Saat itu, mata uang keluaran NICA (Belanda) dibelah dua dan hanya sebelah kiri yang berlaku dengan nilai setengahnya.