Pasang Surut Rupiah Sepanjang 2016
Rupiah sempat menyentuh level tertinggi pada 10 Maret di 13.052. Lantas, dari pertengahan Maret sampai pertengahan Mei nilai tukar rupiah berfluktuasi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perekonomian Indonesia tahun ini terbilang cukup kondusif di tengah ketidakpastian global.
Berbagai indikator makro seperti produk domestik bruto tumbuh cukup akseleratif dibandingkan tahun lalu, dengan indeks harga konsumen yang dapat dikelola di bawah 3,5 persen.
Perbaikan ekonomi ini juga tak lepas dari membaiknya harga sejumlah komoditas seperti batubara dan nikel. Tak heran fundamental ekonomi yang menunjukkan perbaikan ditambah membaiknya harga komoditas itu mampu mendorong penguatan rupiah.
Program pengampunan pajak atau amnesti pajak juga memberikan sentimen positif pasar menginjak semester kedua. Meskipun, masih ada beberapa faktor eksternal yang menahan penguatan rupiah sepanjang tahun 2016 diantaranya keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa, serta terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.
Mengacu data Bloomberg, nilai tukar rupiah pada 1 Januari berada di level 13.830, setelah pada penghujung 2015 ditutup di level 13.788. Pada 20 Januari yang ada di level 13.964.
Namun memasuki Februari hingga pertengahan Maret, nilai tukar rupiah berangsur-angsur mengalami apresiasi. Rupiah sempat menyentuh level tertinggi pada 10 Maret di 13.052. Lantas, dari pertengahan Maret sampai pertengahan Mei nilai tukar rupiah berfluktuasi terbatas di bawah level 13.350.
Pada tanggal 16 Mei, rupiah berada di level 13.310. Akan tetapi hanya dalam waktu empat hari saja, kurs melorot menyentuh 13.608 pada 20 Mei. Sejumlah analis menyebut, aksi ambil untung menekan kurs rupiah saat itu. Sehingga, pada akhir bulan Mei mata uang garuda bertengger di level 13.648.
Memasuki bulan Juni nilai tukar rupiah kembali menguat namun ada sedikit penurunan pada pertengahan bulan dan di minggu ketiga. Pada bulan ini, dunia tengah menanti hasil referendum Inggris Raya.
Merespons hasil referendum yang dimenangkan oleh kelompok “keluar”, pada 24 Juni nilai tukar rupiah di pasar spot berada di level 13.391 atau terdepresiasi 1,09 persen dari perdagangan sehari sebelumnya yang berada di level 13.248.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo saat itu mengatakan, pasar merespons hasil referendum karena adanya potensi flight to quality, di mana dana-dana dialihkan ke negara-negara yang dinilai lebih stabil, seperti Amerika Serikat dan Jepang.
“Tetapi secara umum kondisi ekonomi Indonesia baik. Sehingga, kami melihat ini sifatnya temporer,” kata Agus pada Jumat (24/6/2016).
Benar saja, sejak Juni hingga akhir September rupiah berangsur-angsur mengalami penguatan. Hingga per 30 September yang mana merupakan batas akhir termin pertama program amnesti pajak, rupiah menguat kencang di level 13.042.
Keyakinan pasar terhadap kesuksesan program amnesti pajak RI yang mencetak sejarah berhasil mendorong penguatan rupiah. Hingga termin pertama berakhir, uang tebusan yang masuk mencapai lebih dari Rp 90 triliun.
Sementara itu, dana deklarasi baik dalam maupun luar negeri mencapai di atas Rp 3.000 triliun. Program amnesti pajak periode pertama juga berhasil menambah jumlah wajib pajak sebanyak 26.746 orang, yang pastinya dapat memperbaiki basis data perpajakan.