Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Rumah Murah Makin Jauh dari Pusat Kota

Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang kesulitan untuk mengakses rumah, jumlahnya masih banyak

Editor: Sanusi
zoom-in Rumah Murah Makin Jauh dari Pusat Kota
Tribunnews.com/Hendra Gunawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang kesulitan untuk mengakses rumah, jumlahnya masih banyak. Secara Nasional, backlog rumah mencapai 11,4 juta unit. Khusus di DKI Jakarta sekitar 1,3 juta unit.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menyediakan rumah layak huni bagi MBR mulai dari sisi regulasi maupun pembiayaan.

Namun, menurut Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar, perumahan MBR tidak bisa disediakan melalui skema rumah milik saja.

"Lokasi-lokasi rumah murah milik makin jauh dari pusat kota. Seperti kalau di Jabodetabek, MBR ngga bisa punya rumah lagi di Bogor, Tangerang, dan Depok," ujar Jehansyah kepada Kompas.com, Jumat (6/1/2016).

Ia mengatakan, perumahan MBR yang disediakan pengembang, atau rumah sederhana tapak, dirancang berskema rumah milik melalui bisnis properti.

Rumah ini dikhususkan bagi MBR karena mendapat subsidi. Namun pada pelaksanaannya, lokasinya berada sangat jauh dari pusat kota.

Ia mencontohkan rumah MBR di Bekasi juga sudah tidak ada yang berlokasi di tengah kota, tetapi harus menjorok mendekati Karawang. Padahal, Karawang juga tengah dipersiapkan menjadi kota baru.

Berita Rekomendasi

Kelompok MBR yang bekerja di kota dan membutuhkan hunian layak perkotaan pun mengalami dilema.

"Di satu sisi, dia (MBR) membutuhkan rumah tinggal. Di sisi lain, tempat kerjanya di kota jauh sekali. Kalau ambil rumah di Ciseeng atau di ujung Karawang sana, bisa 2 jam ke Jakarta," kata Jehansyah.

Ia menambahkan, pengembang pasti mencari untung dari penjualan rumah tersebut.

Sementara harga tanah di Jabodetabek sudah melambung, dengan kisaran rata-rata Rp 200.000-Rp 400.000 per meter persegi.

Padahal, pengembang baru bisa mengambil untung yang lumayan besar kalau harga tanahnya Rp 100.000 per meter.

"Di Jabodetabek, di mana tanah harga segitu? Adanya di ujung-ujung Jabodetabek. Itu sangat tidak memadai untuk hunian layak yang menudukung pekerjaan dan karir keluarga MBR di perkotaan," jelas dia.

Dilema ini, tutur dia, di banyak negara solusinya bukan rumah tapak sederhana. Solusi rumah MBR itu adalah rumah susun sewa yang disediakan pemerintah.

Lokasi-lokasi yang direncanakan, disediakan prasarana dan transportasi, misalnya jaringan kereta. Itu yang dilakukan kota-kota besar dunia, di Amerika dan Eropa.

"Masyarakat kelas bawah dilema, karena enggak murah lho, sebulan Rp 1 juta walaupun itu cicilan paling murah sekarang," sebut Jehansyah.(Arimbi Ramadhiani)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas