Pemberlakuan Network Sharing Bikin Biaya Komunikasi Murah
Tidak ada kaitan antara network sharing yang bakal diberlakukan via revisi PP No 52 dan 53, dengan kekhawatiran minimnya pembangunan infrastruktur
Editor: Eko Sutriyanto
Sebelumnya, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf sepakat atas pentingnya dampak pemerataan yang bakal diproses melalui perubahan di PP 52 dan 53.
Namun, yang harus digarisbawahi adalah infrastruktur awal besutan PT Telkom sebagai obyek berbagi jaringan.
Maksudnya, harus ada perhitungan yang tepat untuk mengkonversikan biaya yang akan ditanggung saat skema network sharing dijalankan nantinya.
"Pertanyaannya apabila infrastruktur itu di-sharing, bagaimana penggunaan dana yang sekian lama itu bisa diperhitungkan dengan seadil-adilnya bagi para operator," ujar Syarkawi.
Nonot Harsono, Chairman of Mastel Institute, menilai kompensasi atau penghargaan yang terbaik bagi yang telah membangun infrastruktur duluan adalah mendorong agar trafiknya maksimal dengan cara mendorong operator lain untuk menggunakan jaringan yang telah dibangun tersebut.
Sementara terkait pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah rural yang pada umumnya tidak layak investasi bagi operator sudah dimasukkan dalam program dana universal service obligation (USO) yang ditarik dari pelaku usaha di sektor telekomunikasi.
Dana USO ditarik sebesar 1,25% dari pendapatan pelaku usaha.
Di luar USO, ada lagi pungutan Biaya Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi sebesar 0,5% yang juga dianggap sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dana ini disetor oleh operator per kuartal ke negara. Sepanjang 2016, terkumpul dana USO sekitar Rp 3,1 triliun.
“Jaringan yang dibangun dengan dana ini seharusnya di-share kepada semua operator yang telah berkontribusi dalam dana USO. Dengan trafik yg tinggi, revenue akan jauh lebih besar atau meningkat drastis sehingga akan jauh lebih cepat balik modal,” paparnya.