Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kisah Sukses Adji Watono (1): Rintis Kerajaan Bisnis Advertising dari Studio Foto di Rawamangun

Adji mendirikan studio foto di Jalan Ekor Kuning III No 27 Rawamangun, Jakarta Timur dari sebuah rumah yang dia beli bersama sang istri, Yoyok Triana

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Kisah Sukses Adji Watono (1): Rintis Kerajaan Bisnis Advertising dari Studio Foto di Rawamangun
TRIBUNNEWS.COM/FITRI WULANDARI
Founder dan CEO Dwi Sapta Group, Adji Watono 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Angka 27 menjadi angka keberuntungan bagi Adji Watono. Pemilik kerajaan bisnis periklanan, Dwi Sapta Grup ini mengaku hoki dengan nomer rumahnya di Rawamangun yang saat itu disulapnya menjadi studio foto.

Berawal dari studio foto, Adji berhasil mengembangkan bisnisnya sebesar seperti saat ini. Simak kisah Adji membangun bisnis.

Adji Watono mungkin tidak menyangka bisnis studio foto yang dibangunnya 36 tahun lalu itu akan menjadi kerajaan bisnis periklanan yang besar seperti saat ini.

Studio foto yang dia dirikan berada di Jalan Ekor Kuning III No 27 Rawamangun, Jakarta Timur. Studio foto itu sebelumnya adalah rumah yang dia beli bersama sang istri, Yoyok Triana Dewi.

Baca: Kisah Sukses Adji Watono (2): Dapat Klien Besar Perusahaan Rokok Kretek Asal Kudus

Bermodalkan Rp 10 juta, mereka menamai studio foto itu, Studio 27. Namanya sesuai nomor alamat rumah.

"Itu angka hoki yang membawa keberuntungan, kata Adji kepada Kontan, Senin (6/1/2017).

Berita Rekomendasi

Pilihan membuka studio foto bukan tanpa alasan. Adji memang memiliki keahlian fotografi. Dia bercerita, pengetahuan dan keterampilan memotret diperolehnya di Jerman.

Pria kelahiran Kudus, 17 Mei 1950 ini hijrah ke negara Eropa Barat itu tahun 1973 setelah kuliah setahun di Universitas Satya Wacana Salatiga. Saat di Jerman keahlian dan kemampuannya bertahan hidup terasah. Sebab di dua tahun pertama di Jerman adalah tahun-tahun yang sulit bagi Adji.

Baca: Kisah Sukses Adji Watono (3): Berjibaku Menyelamatkan Perusahaan dari Badai Krisis

Bekal uang yang diberikan orang tuanya hanya cukup untuk bertahan hidup empat bulan. Maklum orang tuanya bukanlah orang kaya raya. Ayahnya hanya pedagang kebutuhan pokok, seperti beras dan minyak, di Kudus.

Adji pun putar otak mencari pekerjaan agar bisa bertahan hidup. Berbagai pekerjaan kasar dilakoni mulai pembersih salju jalanan hingga kuli angkut barang, serta berbagai pekerjaan kasar lain.

Setelah memiliki sedikit uang dari menabung, pada tahun 1975 Adji mencoba masuk perguruan tinggi di Jerman.

Dua kali tes masuk perguruan tinggi yang diikuti, semuanya gagal. Adji akhirnya memutuskan mengambil sekolah fotografi yang saat itu tidak memerlukan ujian masuk.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas