DPR: Dua Regulasi Baru dari Ignasius Jonan Dorong Realisasi Energi Baru dan Terbarukan
"Peraturan Menteri diluncurkan demi mewujudkan kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik yang efisien, adil dan transparan," ujar Doni
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menandatangani dua Peraturan Menteri (Permen) ESDM.
Masing-masing adalah Permen No. 10 Tentang Pokok Pokok Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik, Tahun 2017 dan Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Baru Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Anggota Komisi VII DPR RI, Dony Maryadi Oekon mengapresiasi terbitnya dua regulasi tersebut karena diyakini bisa mendorong usaha penyediaan tenaga listrik yang lebih efisien.
"Peraturan Menteri diluncurkan demi mewujudkan kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik yang efisien, adil dan transparan," ujar Doni dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (23/3/2017).
Dony menilai, dua regulasi tersebut mengedepankan EBT dengan memperhatikan kewajaran harga dan prinsip usaha yang sehat.
Dua regulasi baru tersebut juga dinilai berkesinambungan karena mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT).
"Memperbaiki kondisi lingkungan dengan penjelaskan bahwa pemerintah akan mengatur pembelian tenaga listrik melalui mekanisme harga patokan atau pemilihan langsung," ungkap Dony.
Dony menambahkan, regulasi ini juga sejalan dengan komitmen Presiden Jokowi mewujudkan kedaulatan EBT seperti tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) merupakan arah dan peta jalan pembangunan energi hingga 2050.
"Sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) ditargetkan mencapai 23 persen dari total konsumsi energi di Indonesia," papar Dony.
Skema kerja sama yang diatur dalam Permen ini menggunakan prinsip Membangun (Build), Memiliki (Own), Mengoperasikan (Operate), dan Mengalihkan (Transfer) (BOOT). Pola ini memastikan bahwa seluruh aset pembangkit menjadi milik negara setelah masa kontrak 30 tahun.
Permen tersebut juga mengatur adanya insetif dan pinalti. Jika terjadi percepatan Commercial of Date (COD) karena diminta PLN, maka IPP berhak mendapat insentif. Bentuk insentif ditentukan secara Business to Business.
Dalam hal keterlambatan usaha COD, Badan Usaha dikenakan pinalti yang besarnya senilai biaya pembangkitan oleh PT PLN untuk mengganti daya yang dibangkitkan akibat keterlambatan pelaksanaan.
PLN wajib membeli energi listrik sesuai kontrak (take or pay). Sementara itu, IPP wajib menyediakan energi sesuai kontrak (deliver or pay).
IPP atau PLN wajib membayar pinalti apabila IPP tidak dapat mengirimkan atau menyerap listrik sesuai kontrak.
Besarnya pinalti proporsional sesuai komponen investasi sebagimana putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Judicial Review Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.