Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kinerja Menteri LHK Harus Dievaluasi terkait Kurang Maksimalnya Sosialisasi Industri Sawit

KLHK tidak pernah merilis data yang benar-benar akurat berapa misalnya hutan industri di masing-masing perusahaan.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Kinerja Menteri LHK Harus Dievaluasi terkait Kurang Maksimalnya Sosialisasi Industri Sawit
TRIBUNNEWS.COM/SENO TRI SULISTIYONO
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartari 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati menyatakan kinerja Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) harus dievaluasi terkait kurang maksimalnya sosialisasi industri sawit pasca parlemen Uni Eropa melarang Indonesia ekspor sawit dan biodiesel ke negara lain.

Dengan alasan masih banyaknya masalah dari deforestasi, korupsi, pekerja anak-anak sampai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

"Iya benar kinerja Menteri LHK harus dievaluasi," kata Enny Sri Hartati di Jakarta, Sabtu (15/4/2017).

Dikatakan, KLHK tidak pernah merilis data yang benar-benar akurat berapa misalnya hutan industri di masing-masing perusahaan.

"Jangan sampai perusahaan yang sudah memegang sertifikasi nasional, terkena imbas atas persoalan-persoalan tadi, sebenarnya hanya persoalan sebagian kecil sebagian besar bagus. CPO ini porsinya ekspor lho sehingga kalau mereka, sudah pasti kalau yang besar ekspor, sudah sendirinya memenuhi standar internasional. Standar internasional ketat dan mereka tidak mungkin main-main," kata dia.

Mestinya pemerintah melalui kementerian LHK punya data bahwa yang melakukan ekspor dan mengolah sawit adalah industri dan industri itu mereka punya yang namanya hutan industri.

Sementara kebakaran hutan dan yang mengganggu lingkungan, itu di luar hutan industri.

Berita Rekomendasi

"Tapi kan Indonesia tidak punya data persis itu," katanya.

Demikian juga data yang mempekerjakan anak-anak, kalaupun ada, kata dia, itu harus dijelaskan berapa persen oleh pemerintah.

"Dan juga apakah pekerja anak-anak itu di lini produksi atau hanya sekadar office boy atau lini pendukung," katanya.

"Intinya berbagai macam keberatan bisa dipatahkan kalau pemerintah misalnya punya data dan penjelasan secara detail untuk mengcounter keberatan dan tuduhan mereka," katanya.

Enny menyebutkan industri sawit merupakan andalan Indonesia, mengingat industri manufaktur yang lain sudah tumbang semua, tekstil sudah turun.

Tekstil sekalipun cukup besar paling hanya jasa jahit industri hulunya tidak di sini.

"Kalau sawit kan kebunnya di sini," katanya.

Menurut Enny, sawit itu yang menghasilkan paling besar adalah Indonesia dan Malaysia, dan Eropa tidak ada yang punya, kalau misalnya mereka tidak memberi prasyarat-syarat yang memberatkan, maka Indonesia bisa jadi price maker.

"Karena hanya sedikit pemasoknya. Jadi, bisa mengendalilkan harga lah intinya. oleh karena itu supaya positioning Indonesia tidak bisa mengendalikan harga, maka diciptakanlah berbagai macam barrier. Persoalannya ini sah saja buat negara importir untuk kepentingan dalam negeri mereka," katanya.

Ia juga mengkritik aktivis lingkungan tidak menyadari membabi buta menghantam kepentingan nasional.

"Harusnya dipilah-pilah, tentunya semua setuju penegakan hukum lingkungan, tapi tidak bisa digeneralisasi bahwa semua industri CPO melanggar lingkungan," kata dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengamini pemerintah harus meningkatkan kampanye sawit Indonesia.

"Kita memang harus meningkatkan kampanye kita dan harus lebih intensif kampanyenya, mengingat industri sawit menyerap lebih 4 juta tenaga kerja," ujar Fadhil.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas