Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Usung Indonesia Raya Incorporated , Prof Darsono: Stop Politisasi BUMDes

Badan usaha daerah (desa) seharusnya memiliki kesempatan menguasai saham badan usaha pemerintah di atasnya dan bukan sebaliknya.

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Usung Indonesia Raya Incorporated , Prof Darsono: Stop Politisasi BUMDes
ISTIMEWA
Prof DR Darsono MSi (batik coklat berkacamata) saat paparannya dalam Focus Group Discussion Indonesia Raya Incorporated (FGD IRI) di Solo, Desember 2016 

TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Prof DR Darsono MSi, anggota tim ahli Indonesia Raya Incorporated (IRI), mengatakan dunia usaha perlu mendukung usaha Presiden Joko Widodo untuk mempersempit jurang ketimpangan antara desa dan kota, kota maju dan desa terbelakang atau juga masyarakat kaya dan miskin.

Karena itu, Darsono menilai pertumbuhan ekonomi harus dimulai dari daerah melalui pemberdayaan.

Sehingga, kata dia, sesuai napas otonomi daerah, langkah paling awal yang harus dilakukan adalah, badan usaha daerah (desa) memiliki kesempatan menguasai saham badan usaha pemerintah di atasnya dan bukan sebaliknya.

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) misalnya, memiliki kesempatan memiliki saham badan usaha miliki kabupaten ataupun Badan usaha milik kabupaten memiliki kesempatan membeli saham badan usaha milik provinsi.  

"Dengan demikian, ekonomi daerah akan bergerak dengan penyertaan saham tersebut karena ada kepentingan sebesar saham yang ditanamkan dan menjadi pertimbangan dalam pembangunan ekonomi desa ataupun daerah," kata Darsono, Rabu (17/5/2017).

Pernyataan Darsono itu menanggapi pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Sandjojo.

Eko Sandjojo beberapa waktu lalu mengatakan bahwa terdapat  4 (empat) bank BUMN yang akan menjadi holding BUMDes. Holding itu dinamai mitra BUMDes.

Berita Rekomendasi

Keuntungan akan dibagi yakni 51% untuk mitra BUMDes dan 49% ke BUMDes. Alasannya mitra BUMDes lebih besar karena negara harus memegang kendali.

Selain itu, BUMDes yang telah mampu mandiri dan maju diwajibkan membuat koperasi.

“Selama ini, ekonomi terpusat dari pusat dan menyusul daerah, ketimpangan itu tidak akan berkurang. Sebagai akibatnya, daerah yang dianggap tidak penting akhirnya tertinggal terus karena skala prioritas pembangunan dibuat oleh pusat. Sudah saatnya, kekuatan ekonomi nasional harus diubah bukan dari pusat ke daerah tetapi dari daerah ke kota (pusat). Ekonomi daerah kuat akibatnya adalah ekonomi nasional juga akan kuat,” ujar Darsono, yang juga dosen Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Terkait dengan hal ini, Darsono tidak setuju pada usulan Eko Sandjojo.

Ia mengatakan bahwa akan lebih baik kalau Kemendes PDTT membuat sistem di mana BUMDes memiliki saham di badan usaha yang dimiliki oleh Kabupaten.

Jika ada bank cabang BRI, sebagai misalnya, di sebuah Kabupaten sebaiknya saham bank cabang itu dimiliki juga oleh BUMDes. Dengan demikian, bank plat merah itu akan memberi perhatian kepada masing-masing desa.

“Jika di sebuah kabupaten ada 50 desa, dengan skema yang diusulkan , bank cabang itu akan dimiliki oleh BRI dan 50 desa. Bank milik bersama itu bisa berupa bank pasar ataupun bank cabang BRI itu sendiri. Berapa besarnya saham yang dimiliki masing-masing desa tidak menjadi masalah. Bisa saja 50 desa ternyata hanya memiliki 30 persen. Ya tidak apa-apa…. Namun yang jelas desa akan menggunakan bank milik bersama itu  dan desa akan menikmati langsung dari usaha bersama itu. Kepala Desa pasti akan mendorong warganya untuk menggunakan bank bersama tersebut. Bukankah pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa ekonomi Indonesia dibangun atas usaha bersama dan berasaskan gotong royong ?” tegas Guru Besar UNS itu.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas