Investasi Migas Turun, Tenaga Kerja Merana
Sekitar 95-98 persen tenaga kerja di sektor migas merupakan tenaga kerja lokal.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berkurangnya nilai investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) yang terjadi dalam dua tahun terakhir mendorong industri melakukan efisiensi. Perusahaan harus mengurangi kegiatan eksplorasi dan produksi migas yang akibatnya memangkas jumlah tenaga kerjanya.
Tenny Wibowo, IPA Board Director, mengatakan kondisi ini merupakan pilihan sulit yang dilakukan perusahaan. Dalam situasi seperti saat ini, perusahaan dihadapkan dengan pilihan antara menghentikan operasi sementara atau mengurangi sebagian tenaga kerjanya.
“Padahal sekitar 95-98 persen tenaga kerja di sektor migas merupakan tenaga kerja lokal,” kata dia saat menjadi pembicara dalam Special Session bertajuk “Investing in Indonesians: Impact of the Current Landscape”, Jumat (19/5/2017) seperti dalam keterangan persnya kepada Tribunnews.
Berkurangnya jumlah tenaga kerja di sektor migas ini bisa berdampak panjang, terutama dalam penyediaan tenaga ahli di bidang ini di masa depan.
Ketika aktivitas bisnis kembali naik, maka industri akan kehilangan ketersediaan tenaga kerja yang berkualitas. Ini disebabkan banyak tenaga kerja yang beralih profesi ke bidang-bidang di luar sektor migas.
Tutuka Ariadji, Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan (IATMI), menyatakan, banyak tenaga profesional di sektor migas yang beralih profesi seiring berkurangnya kegiatan investasi.
Banyak di antara mereka yang kini bekerja di sektor lain, seperti perbankan, asuransi, atau lembaga profesi yang tidak digaji.
“Karyawan yang berhenti angkanya berbeda-beda di setiap perusahaan, ada yang 10 persen atau lebih dari itu,” kata Tutuka.
Situasi ini berimbas kepada para sarjana lulusan di bidang yang terkait dengan industri migas, seperti teknik perminyakan, teknik geofisika, teknik geologi, dan teknik pertambangan. Minimnya ketersediaan lapangan kerja di sektor ini membuat masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan menjadi lebih lama.
Jika sebelumnya waktu tunggu lulusan hanya beberapa bulan, sekarang perlu waktu 1-2 tahun untuk mendapatkan pekerjaan.
“Saat ini 30 persen dari lulusan universitas masih menunggu untuk mendapatkan pekerjaan mereka,” ujarnya.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah memperluas bidang studi teknik perminyakan menjadi studi energi. Di masa depan, universitas perlu mengajarkan pengelolaan dan pemanfaatan energi di luar migas kepada mahasiswanya.
Rusalida Raguwanti, Ketua Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), mengatakan tingginya harga minyak yang terjadi sebelum 2014 telah meningkatkan jumlah universitas yang membuka program studi ilmu kebumian.
Jumlahnya kini mencapai 31 universitas, dengan jumlah mahasiswa baru sebesar 700-800 per tahunnya.
Turunnya kegiatan investasi di sektor migas telah berdampak langsung terhadap masa depan lulusan studi geofisika ini. Survei yang dilakukan HAGI mengenai lapangan pekerjaan yang diminati mahasiswa, sebanyak 50 persen memperlihatkan keinginan mereka untuk bekerja di sektor migas.
Mahasiswa juga menunjukkan ketertarikan terhadap profesi peneliti. Ini sekaligus memperlihatkan bahwa profesi peneliti dapat menjadi jalan keluar untuk menjawab dampak turunnya investasi migas bagi pembukaan lapangan kerja baru.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.