KKP Raih Opini 'Disclaimer' dari BPK, Ini Alasannya
Kementerian Kelautan dan Perikanan mendapatkan opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) atau disclaimer dari BPK
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan mendapatkan opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) atau disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Opini tersebut berdasarkan laporan keuangan tahun 2016 kementerian yang dipimpin Susi Pudjiastuti itu.
Laporan disclaimer tersebut pun langsung disampaikan BPK kepada Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman yang menaungi KKP.
"Dari hasil yang kami periksa dari tiga Kementerian (ESDM, Maritim, dan KKP) itu satu yang disclaimer," ucap Anggota BPK Rizal Jalil, saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta Pusat, Senin (29/5/2017).
Menurut BPK banyak masalah di KKP sehingga mendapatkan opini itu, bukan hanya soal kapal, namun banyak permasalahan yang tidak terungkap.
"Tadi kan saya sudah paparan masalahnya bukan hanya masalah kapal itu. Banyak juga masalah lain yang tidak terungkap," pungkas Rizal Jalil.
Berikut ini dasar pertimbangan opini laporan keuangan Kementerian Kelautan dan Perikanan TA 2016:
1. Kementerian Kelautan dan Perikanan melaporkan realisasi belanja barang per 31 Desember 2016 sebesar Rp4.499.681.414.604. Realisasi belanja tersebut di antaranya sebesar Rp209.227.547.845 berupa pembayaran pembangunan kapal perikanan untuk diserahkan kepada masyarakat. Pembayaran pembangunan kapal perikanan merupakan pembayaran 100 persen atas fisik pekerjaan kapal yang belum diselesaikan 100 persen.
Berdasarkan Berita Acam Sarah Terima (BAST) per 31 Desember 2016, diserahkan dari galangan ke koperasi sebanyak 48 kapal dari 756 kapal yang pembayarannya direalisasikan 100 persen. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang kewajaran nilai tersebut. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut.
2. Kementerian Kelautan dan Perikanan melaporkan persediaan per 31 Desember 2016 sebesar Rp854.140.342.585. Saldo persediaan tersebut di antaranya sebesar Rp367.377.029.467 berupa 12 kapal perikanan sebesar Rp4.613.716.152, 684 unit kapal perikanan dalam proses sebesar Rp204.538.754.929, dan 834 unit mesin kapal perikanan sebesar Rp99.351.219.215. Atas persediaan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat persediaan kapal berdasarkan pembayaran 100 persen fisik pekerjaan kapal yang belum diselesaikan 100 persen. Atas persediaan mesin kapal perikanan, sebanyak 467 unit berada di lokasi galangan, di antaranya 391 unit tanpa berita acam penitipan. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup di atas per 31 Desember 2016. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.
3. Kementerian Kelautan dan Perikanan menyajikan nilai aset tetap tanah per 31 Desember 2016 sebesar Rp2.206.142.213.215. Dari nilai tersebut, terdapat aset tetap tanah yang belum dilaporkan yang berasal dari perjanjian ruislag tanah yang belum terselesaikan. Tanah yang akan di-ruislag tersebut seluas kurang lebih 469.870 meter persegi terlelak di Kabupaten Sidoarjo. Namun, aset tanah yang menjadi perjanjian ruislag tersebut belum dicatat, disajikan, dan diungkapkan dalam neraca per 31 Desember 2016. BPK tidak dapal memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang aset tanah tersebut di atas posisi per 31 Desember 2016, karena tidak tersedia data dan informasi pada satuan kenja tartan. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menemukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.
4. Kementerian Kelautan dan Perikanan menyajikan aset tetap konstruksi dalam pengerjaan per 31 Desember 2016 sebesar Rp471.823.686.758. Dari nilai tersebut, sebesar Rp20.700.000.000 merupakan realisasi pembelian tahap pertama atas tanah milik PT Pertamina. Sedangkan pembayaran tahap kedua tidak direalisasikan karena terkendala pengosongan lahan. Atas realisasi pembayaran tahap pertama tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan belum menerima haknya. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai tersebut di atas per 31 Desember 2016, sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.
5. Kementerian Kelautan dan Perikanan menyajikan nilai utang kepada pihak ketiga per 31 Desember 2016 sebesar Rp8.959.555.921. Dari nilai tersebut, masih terdapat transaksi pada 2016 yang berdampak dalam penyajian akun dan belum disajikan di laporan keuangan. Transaksi tersebut berasal dari pengadaan mesin dan kapal perikanan. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai tersebut di atas per 31 Desember 2016. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.
6. Kesimpulan atas pemeriksaan, tidak menyatakan pendapat.