Presiden Jokowi Diminta Selamatkan Aset Negara di Sektor Panas Bumi
Forum Peduli (FP) Badan Usaha Milik Negara mengharapkan Presiden dan Wakil Presiden bisa ikut membantu menyelamatkan aset panas bumi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Forum Peduli (FP) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Romadhon Jasn mengharapkan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla bisa ikut membantu menyelamatkan aset panas bumi.
Menurut dia, pemerintah saat ini tengah menjalankan program prioritas pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW, yang salah satunya bersumber dari energi panas bumi.
"Panas bumi ini merupakan energi baru terbarukan atau EBT yang akan menjadi sumber energi kita ke depan, dan sudah seharusnya menjadi prioritas utama," ujarnya.
Namun, lanjutnya, sejumlah sengketa baik lahan, perdata, maupun lainnya membuat program prioritas tersebut tak berjalan lancar.
Salah satunya, menurut dia, adalah sengketa antara PT Geo Dipa Energi dan PT Bumigas di wilayah panas bumi Dieng, Jateng dan Patuha, Jabar.
"Sengketa itu telah menghambat dua proyek besar panas bumi yakni PLTP Dieng dan PLTP Patuha, yang menjadi program prioritas pemerintah," ucapnya.
Apalagi, lanjutnya, proyek panas bumi merupakan aset negara, sehingga sengketa tersebut berpotensi merugikan keuangan negara.
"Oleh karena itu, pemerintah perlu bantu menyelesaikan sengketa panas bumi ini dengan tujuan agar tidak merugikan keuangan negara atau pun aset BUMN," ujarnya.
Kuasa hukum Geo Dipa Heru Mardijarto juga mengatakan sengketa Geo Dipa dan Bumigas dapat menghambat pengembangan proyek Dieng-Patuha yang tengah dikejar Geo Dipa.
Apalagi, kedua PLTP tersebut merupakan aset negara dan obyek vital yang dilindungi.
"Akibatnya juga bisa fatal karena kasus ini telah menghambat proyek Dieng-Patuha yang merupakan aset negara dan obyek vital nasional," katanya.
Menurut Heru, sengketa antara Geo Dipa dan Bumigas sebenarnya merupakan permasalahan perdata murni sebagai akibat hubungan kontraktual antara Bumigas dan Geo Dipa berdasarkan Perjanjian KTR 001.
Jika preseden hukum tersebut terjadi, maka program pemerintah untuk ketahanan energi listrik 35.000 MW akan terganggu.