Waduh, Dolar Keok ke Posisi Terendah
Dalam kampanyenya, Donald Trump berjanji memangkas pajak, mencabut peraturan dan meningkatkan anggaran infrastruktur.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Efek bullish Donald Trump sepertinya sudah berakhir. Dollar AS anjlok ke posisi terendah dalam tujuh bulan terakhir terhadap keranjang mata uang dunia pada Selasa (6/6/2017). Pelemahan tersebut menghapus seluruh penguatan dollar yang terjadi pasca pemilu AS.
Berdasarkan data CNN Money, mata uang AS ini sudah menguat lebih dari 5% dan bertengger di posisi paling perkasa dalam 13 tahun terakhir menyusul kemenangan pemilu Presiden Trump.
Namun momentum ini kini berbalik karena data ekonomi yang melemah dan keraguan akan kemampuan Trump dalam menyelesaikan agenda ekonominya dan disetujui Kongres.
"Pemerintahan Trump yang tidak terorganisir dengan baik menyebabkan kepercayaan investor kian berkurang bahwa akan ada stimulus fiskal besar yang akan disetujui dalam waktu dekat," jelas Andrew Hunter of Capital Economics.
Dalam kampanyenya, Donald Trump berjanji memangkas pajak, mencabut peraturan dan meningkatkan anggaran infrastruktur.
Rencana tersebut berhasil mengangkat dollar AS setelah pemilu karena banyak investor yang berpikir hal tersebut akan mendongkrak ekonomi AS.
Sayangnya, hanya ada kemajuan kecil mengenai hal ini. Hunter merujuk pada rencana pajak Trump sebagai contoh mengapa investor menjadi pesimistis.
Pemerintahan Trump merilis satu halaman outline rencana reformasi pajak pada April.
Namun dokumen tersebut meninggalkan banyak pertanyaan yang tidak terjawab, bahkan memunculkan rasa skeptis di antara anggota Kongres.
"Itu bukanlah reformasi pajak. Mendekati saja tidak," jelas seorang senior Republik pada waktu itu.
Gedung Putih berharap, reformasi pajak dapat diselesaikan sebelum reses Kongres pada Agustus. Namun, pemerintah AS sendiri mengakui target waktu tersebut tidak realistis.
Kit Juckes, strategist Societe Generale, mengatakan investor saat ini berharap adanya peningkatan dollar akibat stimulus.
Mereka berharap stimulus akan keluar ke depannya.
Menurut Juckes, ada faktor lain yang menjadi pemberat dollar. Investor memprediksi pemangkasan suku bunga dari The Federal Reserve akan lebih sedikit dari target karena belum ada sinyal kenaikan harga.