Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pengamat: Jangan Sampai Kebijakan Divestasi 51 Persen Saham Tambang Mengancam Investasi

Jika pemerintah ingin mendapatkan manfaat secara maksimal bisa fokus pada renegosiasi tarif royalti dan pajak serta lapangan kerja.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Pengamat: Jangan Sampai Kebijakan Divestasi 51 Persen Saham Tambang Mengancam Investasi
KONTAN
Tambang Freeport Indonesia di Papua. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kebijakan divestasi tambang hingga 51persen yang diamanatkan UU No. 4/ 2009 dapat menimbulkan citra negatif dalam iklim investasi di Indonesia.

Bahkan, timbul pertanyaan, sebenarnya divestasi saham ini untuk siapa? Untuk itu, pemerintah diminta mencermati kembali dengan seksama dalam menjalankan kebijakan tersebut.

“Bila pemerintah memaksa untuk menjalankan kebijakan divestasi ini, maka sudah dapat dipastikan anggaran pendapatan negara akan terkuras. Berdasarkan data investasi di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) investor dalam negeri saat ini, masih belum mampu menggantikan investor dari luar,” kata Emanuel Bria, peneliti Natural Resource Governance Institute di Jakarta, Kamis (15/6/2017).

Karena itu, menurutnya, kebijakan divestasi akan memicu kecenderungan perilaku investor dalam negeri untuk berhutang dari pemain asing (kredit luar negeri), atau menjual aset di sektor lain miliknya untuk membeli saham, sehingga akibatnya mengurangi investasi di sektor lainnya.

Menurut Emanuel, kebijakan divestasi saham 51persen tersebut sangat berisiko, “Bila pemerintah memaksa untuk membelinya dengan menggunakan dana APBN, pasti ada sektor lain yang harus dikorbankan, padahal sekarang saja pembiayaan dari APBN mengalami defisit artinya tidak mencukupi untuk menjalankan pembangunan,” jelasnya.

Sebaiknya pemerintah, ungkap Emanuel lebih mementingkan pembangunan rumah sakit dan infrastruktur yang membutuhkan dana sebesar 1.843 triliun rupiah hingga tahun 2025, ketimbang berinvestasi di sektor tambang yang tergolong beresiko tinggi dan terbuka terhadap investor yang sudah siap menanggung resiko di dalamnya.

“Pengalaman di berbagai negara dan juga di Indonesia menunjukan bahwa kebijakan divestasi ini tidak mendatangkan keuntungan yang maksimal buat negara dan rakyat banyak.," ujarnya.

BERITA REKOMENDASI

Jika pemerintah ingin mendapatkan manfaat secara maksimal bisa fokus pada renegosiasi tarif royalti dan pajak serta pembukaan lapangan kerja.

Pemerintah bisa fokus dalam renegoisasi kontrak seperti penerapan pajak tinggi, pembukaan lapangan kerja dan pembangunan smelter sehingga perusahaan tersebut memahami apa yang menjadi prioritas pemerintah.

Menurut Emanuel, ada beberapa rekomendasi yang diberikan kepada pemerintah yakni, pertama fokus pada perpajakan yang tinggi, stabil dan menarik investasi. Kedua, mencari cara yang lebih “prudent” untuk menilai saham yang tidak menghambat investasi. Ketiga, memastikan penjualan saham transparan untuk mencegah korupsi.

Sedangkan rekomendasi yang terakhir, gunakan APBN untuk membangun infrastruktur dan rumah sakit, bukan untuk membeli saham tambang. “Jangan sampai kebijakan divestasi ini mengancam investasi masa depan,” jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas