TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Negosiasi pemerintah dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) tampaknya mengalami kesulitan pada bagian divestasi saham 51%. Sejauh ini hitungan nilai penjualan saham masih belum rampung.

Pasalnya pemerintah menginginkan valuasi harga divestasi 51% dihitung melalui harga pasar tanpa menghitung nilai cadangan ke depan. Sementara Freeportmenginginkan nilai cadangan sampai 2041 dimasukan ke dalam valuasi divestasi.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan seluruh negosiasi selesai akhir Juli ini. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diberi tugas menyelesaikan dua negosiasi: stabilitas investasi dan divestasi saham 51% itu. 

Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani enggan berkomentar mengenai apakah nilai divestasi saham sudah diketahui dan siapa yang disiapkan untuk mengambil.

"Saya tidak ada pernyataan mengenai divestasi itu," terangnya di Gedung DPR, Kamis (13/7/2017).

Sementara Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM, Teguh Pamudji pun demikian. Ia bilang, belum menerima hasil laporan dari Kementerian Keuangan terkait berapa nilai divestasi itu.

"Tim yang kemarin rapat belum kasih laporan," tandasnya.

Namun sumber KONTAN dari Kementerian ESDM menyatakan sesuai dengan rapat terakhir di Hotel Milenium Senin (9/7/2017) kemarin.

Pembahasan divestasi menjadi topik utama. Kementerian Keuangan sedang menghitung nilai divestasi 51% melalui harga pasar.

"Kita tidak lagi menghitung dengan replacment cost karena memang tidak adil, tapi pakai harga pasar. Nilai cadangan Freeport ke depan tidak dihitung," terang sumber tersebut kepada KONTAN, Kamis (13/7/2017).

Asal tahu saja, sebelumnya pada divestasi saham 10,64% Freeport, pemerintah mengeluarkan skema perhitungan melalui replacment cost senilai US$ 630 juta.

Sementara hitungan Freeport dengan memakai harga pasar ditambah nilai cadangan sampai 2041 senilai US$ 1,7 miliar.

Reporter: Pratama Guitarra