Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

'Berbenah Untuk Pergaraman Indonesia'

Ekonom Universitas Indonesia Berly Martawardaya mengatakan, inilah momentum yang tepat untuk membenahi kebijakan pergaraman kita.

Editor: Sanusi
zoom-in 'Berbenah Untuk Pergaraman Indonesia'
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Ani (50) pedagang kelontong melayani pembeli yang belanja garam gandu di Pasar Kosambi, Jalan Ahmad Yani, Kota Bandung, Rabu (26/7/2017). Saat ini stok garam di sejumlah pedagang kelontong di Pasar Kosambi sebagian besar habis karena pascalebaran sudah tidak ada lagi pasokan. Stok garam yang tersisa pun tinggal sedikit, itu pun hanya garam gandu yang dijual Rp 2.000 per batang. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia Berly Martawardaya mengatakan, inilah momentum yang tepat untuk membenahi kebijakan pergaraman kita.

Termasuk tata kelembagaannya, siapa melakukan apa, mulai dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan, PT Garam, dan pihak lain yang terlibat. Sudah waktunya ego sektoral ditanggalkan dan bekerja bersama untuk membuat perubahan.

Berly mengatakan turunnya produksi garam tetapi permintaannya tetap membuat harga garam melonjak. Menurutnya, impor merupakan solusi jangka pendek yang harus dijadikan target untuk membuat kebijakan yang sistematis untuk meningkatkan produksi untuk 2 sampai 3 tahun kedepan.

“Produksi turun. Demand tetap, sehingga harga naik. Solusi jangka pendek ya impor tapi harus jadi target kebijakan sistematis untuk tingkatkan kapasitas produksi dalam 2-3 tahun ke depan,” kata Berly kepada wartawan, kemarin.

Untuk dapat mendongkrak jumlah produksi garam diperlukan kebijakan sistematis yang dapat meningkatkan teknologi dan manajemen yang baik. Menurut Berly, lokasi tempat produksi juga perlu diperhatikan, jika tempat produksi jauh dari lokasi pembeli, harga jual akan mahal, karena biaya transport jauh. “Kalau produksi jauh dari lokasi pembeli, maka biaya transport jadi mahal harga jual,” ujar Berly.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menjelaskan, menurutnya pemerintah sebenarnya sudah memiliki program untuk petani garam, yakni program Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Namun, implementasinya tidak berjalan maksimal.

"Ini tapi enggak jalan, realisasi bantuan tidak pernah mencapai 100 persen, target produksi garam dari PUGAR hanya 51,4 persen dari target. Jadi, programnya sudah ada, tetapi tidak serius diawasi pemerintah," tuturnya.

BERITA REKOMENDASI

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mau tidak mau harus impor garam sebanyak 75 ribu ton dari Australia. Alasan kenapa impor garam dari Australia adalah karena jarak tempuhnya yang relatif singkat, sehingga mempercepat garam sampai di Indonesia. Kita semua berharap kedepannya Indonesia dapat swasembada garam, dan menjadi negara yang berdirikari.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas