Pemerintah Tak Akan Pajaki Lagi Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas
Menurut Mardiasmo, untuk eksplorasi, tak akan dibebani pajak. Namun, apabila berhasil dan menghasilkan pendapatan, biaya operasional akan diakumulasi
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah mengaku masih menggodok aturan pajak terkait kontrak bagi hasil gross split bagi sektor minyak dan gas bumi (migas).
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, akan ada pembebasan pajak eksplorasi dan eksploitasi migas. Khusus untuk eksploitasi migas semisal, pembebasan pajak sampai proyek ini sudah menghasilkan keuntungan.
"Kami mencoba memberikan insentif fiskal, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) yang sudah ada dikaitkan dengan cost recovery," ujar Mardiasmo, Selasa (3/10/2017).
Menurut Mardiasmo, untuk eksplorasi, tak akan dibebani pajak. Namun, apabila berhasil dan menghasilkan pendapatan, maka biaya operasional akan diakumulasikan dan akan menjadi pengurang pajak dari penghasilannya.
Sementara untuk eksploitasi akan ada fasilitas insentif pajak sampai memberikan hasil optimal, Kalau lebih dari biaya yang dikeluarkan, harus bayar pajak," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan meminta Kementerian Keuangan (Kemkeu) mempercepat pembuatan Peraturan Pemerintah (PP) terkait perpajakan skema bagi hasil gross split.
Baca: Daya Beli Diklaim Tak Turun, Tapi Mengapa Ekonomi Melambat? Penjelasan Gamblang Faisal Basri
Baca: Bareskrim Polri: 18 Puskesmas di DKI yang Diresmikan Djarot Terindikasi Korupsi
"Gross split berlaku untuk yang baru, yang lama tidak (tetap cost recovery). Tapi kami minta Pak Wamenkeu (Mardiasmo) tolong PP perpajakannya, karena ditunggu pengusaha di sektor hulu," ujarnya. Atas beleid ini, Kementerian ESDM mengaku telah menjaring usulan dari berbagai pihak terkait insentif pajak gross split.
Salah satunya datang dari Indonesian Petroleum Association (IPA). Dalam dokumen yang diterima KONTAN, IPA khawatir terkait rencana penerapan penghasilan yang dianggap menguntungkan karena mengandung norma khusus atau deemed profit.
Kekhawatiran IPA ini disampaikan ke Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), SKK Migas, hingga Ditjen Migas. Dalam metode deemed profit asumsi pendapatan ditetapkan. Misalnya pendapatan sebuah perusahaan sebesar 100, maka bisa ditetapkan menjadi 50.
Selain itu, metode deemed profit tidak bisa diterapkan kepada perusahaan migas asing di Indonesia. Pasalnya tidak semua perusahaan asing berasal dari negara yang menetapkan perjanjian pajak atau tax treaty.
Makanya, IPA lebih mengedepankan pemerintah untuk membebaskan pajak dalam masa eksplorasi dan eksploitasi dan telah mendapatkan lampu hijau dari Kementerian ESDM.
Namun begitu, jika menilik langkah Kemkeu yang akan menerapkan pajak pada pelaku usaha ketika memasuki masa eksploitasi yang sudah mencapai keuntungan, maka hal ini belum sesuai dengan usulan yang disebutkan oleh IPA tersebut.
Reporter: Febrina Ratna Iskana/Ghina Ghaliya Quddus