Komisi Yudisial: Hakim Pengadilan Pajak Jangan Hanya Diisi Pejabat Pajak
"Idealnya itu tiga, satu orang yang mengerti pajak, satu dari sarjana hukum, dan satu dari akuntansi," kata Sukma
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil ketua Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta mengungkapkan majelis hakim pengadilan pajak harusnya tak hanya diisi oleh orang pajak.
"Idealnya itu tiga, satu orang yang mengerti pajak, satu dari sarjana hukum, dan satu dari akuntansi," kata Sukma kepada KONTAN, Rabu (11/10/2017) seusai dikusi Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) di Jakarta.
Sukma mengatakan hal tersebut lantaran pengadilan pajak justru didominasi dari Kementerian Keuangan. Padahal menurutnya, hal tersebut rentan, sebab akan muncul dualisme dalam proses peradilan.
"Jadi ada dualisme. Jadi sebenarnya dia organ yudikatif tapi yang mengisi dari eksekutif. Akibatnya aspek hukumnya, khususnya hukum acara masih kurang," lanjut Sukma.
Jika tak tak segera dibenahi, hasilnya bisa fatal. Yustinus Prastowo, Direktur CITA bagaimana bagaimana kasus yang pernah dialami PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) yang dibebankan pajak daerah melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah Surat Kendaraan Bermotor (SKPD PKB).
Baca: Tarif Cukai Rokok Kembali Naik, Diumumkan Paling Lambat Minggu Depan
Baca: Politisi Gerindra Ini Prihatin, Jawa Tengah Jadi Provinsi Termiskin Kedua di Indonesia
"Padahal berdasarkan Kontrak Karya, PT NNT seharusnya tidak wajib membayar pajak daerah," lanjut Yustinus.
Kemudian PT NNT lakukan banding. Dua kali sidang dengan hakim berbeda muncul dua putusan yang berbeda pula.
"Berulangnya putusan yang berbeda-beda akan menciptakan ketidakpastian hukum dan memperburuk iklim investasi di Indonesia," lanjut Yustinus.
Reporter: Anggar Septiadi