Pembentukan Holding Migas Kini Jadi Polemik
"Mestinya, proses holding diawali dengan integrasi perusahaan migas sejenis, merger antara PGN dengan Pertagas."
Editor: Choirul Arifin
Anggota Komisi VI DPR-RI Inas Nasrullah Zubir mengatakan, holding migas tersebut berdasarkan PP 72/2016 yang merupakan domain pemerintah.
Dirinya bukan tidak sepakat, tetapi salah satu poin adalah yang mesti dikritisi. Yaitu golden share yang memberikan full otoritas, tetapi tidak ada payung hukum. "Jadi harus ada penjelasan, sejauh mana otoritas tersebut," kata dia.
Fahmi Radhi, Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada menjelaskan, proses pembentukan holding migas mirip dengan holding tambang yang merupakan keniscayaan.
Baca: Jenderal Gatot Murmantyo: Hadi Cocok Jadi Panglima TNI di Tahun Politik
Alasannya, selain untuk menaikkan leverage and competitive advantage, juga untuk mengintegrasikan usaha sejenis, yang selama ini justru saling bersaing antara PGN dan Pertagas.
Namun prosesnya tidak boleh jalan pintas.
Menurut Fahmi, Menteri BUMN Rini Soemarno ingin membentuk holding migas dengan jalan pintas, dengan menjadikan PGN sebagai anak perusahaan Pertamina secara inbreng.
"Mestinya, proses holding diawali dengan integrasi perusahaan migas sejenis, merger antara PGN dengan Pertagas," ungkap dia.
Lalu dibentuk perusahaan baru sebagai holding, yang 100% saham dikuasai negara, yang membawahi anak perusahaan, termasuk Pertamina dan PGN. "Bukan Pertamina mencaplok PGN, seperti konsep Rini," ungkapnya.
Dia menilai, jika hal ini dipaksa, akan ada resistensi dari PGN yang sudah go public, terhadap pembentukan holding migas. "Justru menjadi blunder bagi pembentukan holding migas," imbuh dia.
Reporter: Febrina Ratna Iskana/Pratama Guitarra