Perolehan Lifting Migas 2017 Meleset dari Target APBN-P
Mengacu pada Anggaran Pendapatan Belanja-Negara (APBN-P) 2017 target lifting migas dipatok sebesar 1,965 ribu barel oil equivalent per Day (BOEPD).
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat capaian produksi migas yang siap dijual atau lifting migas hanya mencapai 98,9 persen dari target yang ditetapkan.
Mengacu pada Anggaran Pendapatan Belanja-Negara (APBN-P) 2017 target lifting migas dipatok sebesar 1,965 ribu barel oil equivalent per Day (BOEPD).
Sedangkan Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi, menyebutkan lifting migas 2017 baru mencapai 1,944 juta BOEPD.
"Lifting migas 2017 hanya 98,9 persen dari target APBN-P 2017," ujar Amien Sunaryadi saat ditemui di kantor SKK Migas, Jakarta Selatan, Jumat (5/1/2018).
Rincian dari jumlah lifting tersebut adalah minyak bumi yang hingga 31 Desember 2017 hanya mencapai 803,8 ribu barel per hari atau 98,6 persen dari target 2017 sebesar 815 ribu barel.
Sedangkan untuk gas bumi memiliki jumlah persentase yang lebih besar yaitu sebesar 99,2 persen atau 6.386 juta standar kaki kubik per hari dari target 2017 sebesar 6.440 juta standar kaki kubik per hari.
Baca: Cara Pemerintah Jaga Produksi WK Migas Yang Kontraknya Bakal Habis
Baca: Program Mata Najwa Nongol Lagi, Tapi Kini Pindah ke Trans7
Amien menyebutkan, tidak tercapainya lifting dikarenakan dari 87 WK Eksploitasi baru 73 yang berproduksi, sementara 14 WK lainnya masih proses pengembangan.
"Ada 14 WK yang dalam development. Penyelesaian development tepat waktu kan bisa meningkatkan produksi. Tapi secara jumlah, WK Eksploitasi tahun 2017 tetap mengalami peningkatan, dari hanya 85 WK pada 2016," ungkap Amien.
Kemudian kendala yang di alami Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) selama produksi dan pergantian operator juga disebutkan Amien menjadi alasan lifting tidak sesuai target.
"Ada blok yang produksinya turun karena di akhir masa kontraknya atau WK terminasi, operator eksisting enggan berinvestasi, sedangkan kontraktor baru belum ditunjuk," kata Amien.